Tausiyah: Harta yang Tak Terduga
Ghulam, pedagang yang hidup di wilayah Shiraz tak segan-segan menghitung hartanya setiap hari. Setiap hari ia keluarkan karu...

http://www.keretawaktu.com/2020/01/tausiyah-harta-yang-tak-terduga.html

Setelah Subuh ia langsung membuka tokonya di pojok pasar yang tak
jauh dari masjid. Ia selalu berpegangan wejangan guru-gurunya bahwa
pintu rejeki itu dibuka sejak Subuh. Benar. Rejeki deras turun bak
hujan dari langit di musimnya. Allah telah memberikan kemudahan
rejeki baginya berkat salat Subuh dan Isyak yang selalu dilakukan
secara berjemaah di masjid. Ada saja orang yang menitipkan barang dan
kemudian ia mendapat laba dari barang itu. Kadang orang antre membeli
barangnya, terutama di hari Jumat, khususnya menjelang idul Fitri,
Idul Adha, dan peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW.
Ghulam nemiliki tiga orang anak. Dua laki-laki dan seorang perempuan.
Anak tertuanya, Mirza, terkenal suka foya-foya. Ia kadangkala
membantu perniagaan ayahnya. Tapi, kemudian ia meminta uang untuk
berfoya-foya. Ia pernah dirangkap polisi Shiraz karena menggedor
rumah orang karena mabuk. Ia dihukum cambuk, denda, dan kurungan
karena terlalu sering.
Anak keduanya, Shah, mengikuti jejak ayahnya. Ia hemat dan bekerja
keras. Uang kerja yang diberikan ayahnya selalu ia tabung dn berhasil
ia belikan kuda Persia berwarna perak. Sejak pagi ia sudah membuka
toko ayahnya dan melayani pembeli hingga malam hari. Ghulam sangat
menyukai Shah dan dianggap ahli warisnya kelak.
Anak ketiganya, seorang wanita cantik bernama Shahina. Ia wanita
manja yang kerja setiap hari hanya bersolek dan menghabiskan uang
untuk kecantikan. Ghulam ingin menikahkan anaknya itu dengan anak
saudara Faruk yang kaya di Tiblizi. Tapi, urung. Anak Faruk yang
tamatan Damaskus tak suka wanita kolokan. Ia lebih memilih anak
keluarga miskin di Farfida.
Akhirnya Shahinah menikah dengan temannya sendiri, Mubarak, dari
keluarga miskin di Shiraz. Ghulam semula tak merestui. Tapi, apa
daya, daripada menjadi aib keluarga, pernikahan dilaksanakan dengan
pesta sederhana.
Mubarak mengecewakan Ghulam, karena ia kini menjadi laki-laki
pemalas. Seharian dihabiskan hanya untuk tidur dan bercanda dengan
istrinya. Ia memerintah pelayan menyajikan makanan dan buah-buahan
lezat di kamarnya. Ghulam berkali-kali mengelus dada ingin Mubarak
dan Shahina membantu perdagangannya yang tak terbendung lagi majunya.
Pilihan
Suatu hari Ghulam merasa sakit di dada. Badannya lemah dan hanya bisa
berbaring di kamarnya. Ia panggil Shah anak terdekatnya untuk
menemani. "Mungkin ajalku sudah dekat. Aku meninggalkan harta
dalam bentuk emas permata senilai 10.000 dinar emas. Uang itu ayah
simpan di suatu tempat yang sangat rahasia yang tak mungkin diketahui
orang. uang ini tentu akan ayah berikan kepada anak-anak ayah."
"ia ayah."
"Sebenarnya, ayah akan memberikan kepada Mirza, anak ayat
tertua. Tapi, tak mungkin karena uang itu akan ludes dalam beberapa
hari saja. Ayah akan berikan kepada Shahina, tapi, juga ragu karena
Shahina masih belum bisa berpikir dewasa. Sementara Mubarak, menantu
ayah belum bisa bekerja. Keduanya hanya bisa menghabiskan uangku."
"Iya ayah."
"Kini pilihan ayah tinggal kepadamu. Simpanlah uang itu. Ayah
percaya kepadamu. Tapi, ambillah uang itu jika ayah sudah meninggal."
Ghulam kemudian memberi secarik kertas yang menunjukkan peta tempat
ia menyimpan uangnya.
Ternyata penyakit Ghulam semakin parah ia bahkan berkali-kali tak
sadar. Karena itu Shah segera mengambil harta itu sesuai dengan peta
karena diperkirakan ayahnya tinggal menunggu waktu kedatangan
Malaikat Izrail.
Uang itu ia pindahkan ke suatu tempat yang sangat rahasia. Ia takut
jika menyimpan di rumah akan menjadi rebutan saudaranya.
Tapi, ternyata Ghulam sembuh. Maka, ia mendatangi Shah untuk meminta
hartanya kembali. Shah keberatan karena uang itu sudah diberikan
kepadanya. Ghulam memaki-makinya. "Aku kan sudah memberitahu
engkau bahwa uang itu hanya boleh diambil setelah aku meninggal."
Sakit Ganti
Tiba-tiba justru Shah yang sakit parah. Ia lumpuh dan tidak bisa
bicara. Ghulam khawatir jika sakit ini akan menjadikan ajal anaknya.
Maka, ia datangi anaknya dan membujuknya untuk menyerahkan harta yang
disimpannya. Semula Shah menolak.
"Anakku, harta itu jelas nantinya buat kamu dan keluargamu,
tidak mungkin ayah serahkan kepada dua
saudaramu. Engkau tetap pemnilik harta itu. Jika engkau mati otomatis
harta itu nanti akan ayah serahkan kepada anak dan istrimu."
Karena bujukan itu ia kemudian menyerahkan kembali kepada ayahnya.
Dalam secarik kertas ia tunjukkan peta tempat penyimpanan harta itu.
Ghulam datang ke sebuah bukit di pinggiran kota dengan membawa tiga
ekor keledai untuk mengangkutnya. Ghulam kemudian memindahkan
timbunan hartanya ke sebuah bukit lain dalam penguasaannya.
Ternyata, Shah kemudian sembuh setelah mendatangkan seorang tabib
dari Waziristan yang diberi upah 1.000 dinar. Shah meminta kembali
hartanya. Ghulam menolaknya. "Harta itu belum milikmu. Harta itu
masih milikku. Harta itu akan beralih menjadi milikmu jika aku sudah
mati."
Shah sangat kecewa hingga ia tak mau lagi membantu perniagaan
ayahnya. Ayahnya terpaksa mengupah 12 orang kemenakannya dari Kabul.
Shah hanya murung dalam kesehariannya.
Hilang Sudah
Usia Ghulam semakin tua. ia tiba-tiba jatuh sakit. Mendenfgar Ghulam
sakit, Shah bangkit dari malasnya. Ia kembali mendekati ayahnya.
"Nah, ayah, mungkin ini sakit ayah terakhir. Ayah harus
menyerahkan peta penyimpanan harta itu kepadaku," kata Shah.
Tapi, Ghulam menampiknya. "Tidak Shah, aku masih akan hidup.
Engkau tak akan mendapatkan harta itu sebelum ayah meninggal. Ayah
tak membuat peta lagi selain hanya tercatat dalam ingatan ayah. Kau
tak akan bisa menemukan harta itu karena tersimpan rapi jauh-jauh.
Jadi, tunggulah ajal ayah sehingga engkau nanti bisa menemukan harta
itu. Ayah pasti akan memberitahukan sebelum ajal ayah datang."
"Tapi, ajal tak bisa ditentukan. Siapa oun tak bisa menduga
datangnya."
"Jika nanti ajal ayah sudah dekat, aku akan membisikimu tempat
itu."
Ternyata benar. Ghulam tengah berhadapan dengan Malaukat Maut.
Telinga Shah didekatkan ke mulutnya dengan harapan sang ayah mau
bicara. Tapi, sang ayah hanya bicara uh uh uh dan kemudian menyebut
"La ilaha illallah Muhammadur Rasulullah." Ghulam dan
kemudian meninggal dan tidak meninggallan pesan alamat tempat
penyimpanan hartanya.
Shah gelisah dan terus membongkar lemari ayahnya untuk menemukan
tulisan alamat. Ia menyewa puluhan orang untuk menggali di semua
tanah milik ayahnya. Hingga 1.000 hari tak tertemukan juga hingga
harta Shah habis. Rumahnya habis dijual untuk biaya itu. Kemudian
Shah hanya bisa pasrah kepada Allah dengan setiap hari melaksanakan
salat malam sebanyak 100 rekaat.
Tiba-tiba berhenti seekor keledai milik ayahnya datang tanpa manusia
dengan muatan berat. Shah mendekatinya dan membuka muatan itu. Ia
kaget karena kemudian gemerincing dinar berhamburan. “Inikah
milikku ya Allah,” serunya, gembira.
Kisah ini dikembangkan dari kisah-kisah sufi tulisan Ibnul Jawzi.
(Musthafa Helmy)