Tausiyah: Harta yang Tak Terduga

Ghulam, pedagang yang hidup di wilayah Shiraz tak segan-segan menghitung hartanya setiap hari. Setiap hari ia keluarkan karu...

Ghulam, pedagang yang hidup di wilayah Shiraz tak segan-segan menghitung hartanya setiap hari. Setiap hari ia keluarkan karung dinarnya dna kemudian ia menghitung dengan cermat. Setelah menghitung dengan menghabiskan waktu sekitar 3 jam ia mencatat pada secarik kertas. Ia menulis 3.333 dinar. "Angka yang sama dengan kemarin," katanya bergumam sendiri.
Setelah Subuh ia langsung membuka tokonya di pojok pasar yang tak jauh dari masjid. Ia selalu berpegangan wejangan guru-gurunya bahwa pintu rejeki itu dibuka sejak Subuh. Benar. Rejeki deras turun bak hujan dari langit di musimnya. Allah telah memberikan kemudahan rejeki baginya berkat salat Subuh dan Isyak yang selalu dilakukan secara berjemaah di masjid. Ada saja orang yang menitipkan barang dan kemudian ia mendapat laba dari barang itu. Kadang orang antre membeli barangnya, terutama di hari Jumat, khususnya menjelang idul Fitri, Idul Adha, dan peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW.

Ghulam nemiliki tiga orang anak. Dua laki-laki dan seorang perempuan. Anak tertuanya, Mirza, terkenal suka foya-foya. Ia kadangkala membantu perniagaan ayahnya. Tapi, kemudian ia meminta uang untuk berfoya-foya. Ia pernah dirangkap polisi Shiraz karena menggedor rumah orang karena mabuk. Ia dihukum cambuk, denda, dan kurungan karena terlalu sering.
Anak keduanya, Shah, mengikuti jejak ayahnya. Ia hemat dan bekerja keras. Uang kerja yang diberikan ayahnya selalu ia tabung dn berhasil ia belikan kuda Persia berwarna perak. Sejak pagi ia sudah membuka toko ayahnya dan melayani pembeli hingga malam hari. Ghulam sangat menyukai Shah dan dianggap ahli warisnya kelak.
Anak ketiganya, seorang wanita cantik bernama Shahina. Ia wanita manja yang kerja setiap hari hanya bersolek dan menghabiskan uang untuk kecantikan. Ghulam ingin menikahkan anaknya itu dengan anak saudara Faruk yang kaya di Tiblizi. Tapi, urung. Anak Faruk yang tamatan Damaskus tak suka wanita kolokan. Ia lebih memilih anak keluarga miskin di Farfida.
Akhirnya Shahinah menikah dengan temannya sendiri, Mubarak, dari keluarga miskin di Shiraz. Ghulam semula tak merestui. Tapi, apa daya, daripada menjadi aib keluarga, pernikahan dilaksanakan dengan pesta sederhana.
Mubarak mengecewakan Ghulam, karena ia kini menjadi laki-laki pemalas. Seharian dihabiskan hanya untuk tidur dan bercanda dengan istrinya. Ia memerintah pelayan menyajikan makanan dan buah-buahan lezat di kamarnya. Ghulam berkali-kali mengelus dada ingin Mubarak dan Shahina membantu perdagangannya yang tak terbendung lagi majunya.

Pilihan
Suatu hari Ghulam merasa sakit di dada. Badannya lemah dan hanya bisa berbaring di kamarnya. Ia panggil Shah anak terdekatnya untuk menemani. "Mungkin ajalku sudah dekat. Aku meninggalkan harta dalam bentuk emas permata senilai 10.000 dinar emas. Uang itu ayah simpan di suatu tempat yang sangat rahasia yang tak mungkin diketahui orang. uang ini tentu akan ayah berikan kepada anak-anak ayah."
"ia ayah."
"Sebenarnya, ayah akan memberikan kepada Mirza, anak ayat tertua. Tapi, tak mungkin karena uang itu akan ludes dalam beberapa hari saja. Ayah akan berikan kepada Shahina, tapi, juga ragu karena Shahina masih belum bisa berpikir dewasa. Sementara Mubarak, menantu ayah belum bisa bekerja. Keduanya hanya bisa menghabiskan uangku."
"Iya ayah."
"Kini pilihan ayah tinggal kepadamu. Simpanlah uang itu. Ayah percaya kepadamu. Tapi, ambillah uang itu jika ayah sudah meninggal."
Ghulam kemudian memberi secarik kertas yang menunjukkan peta tempat ia menyimpan uangnya.
Ternyata penyakit Ghulam semakin parah ia bahkan berkali-kali tak sadar. Karena itu Shah segera mengambil harta itu sesuai dengan peta karena diperkirakan ayahnya tinggal menunggu waktu kedatangan Malaikat Izrail.
Uang itu ia pindahkan ke suatu tempat yang sangat rahasia. Ia takut jika menyimpan di rumah akan menjadi rebutan saudaranya.
Tapi, ternyata Ghulam sembuh. Maka, ia mendatangi Shah untuk meminta hartanya kembali. Shah keberatan karena uang itu sudah diberikan kepadanya. Ghulam memaki-makinya. "Aku kan sudah memberitahu engkau bahwa uang itu hanya boleh diambil setelah aku meninggal."

Sakit Ganti
Tiba-tiba justru Shah yang sakit parah. Ia lumpuh dan tidak bisa bicara. Ghulam khawatir jika sakit ini akan menjadikan ajal anaknya. Maka, ia datangi anaknya dan membujuknya untuk menyerahkan harta yang disimpannya. Semula Shah menolak.
"Anakku, harta itu jelas nantinya buat kamu dan keluargamu, tidak mungkin ayah serahkan kepada dua
saudaramu. Engkau tetap pemnilik harta itu. Jika engkau mati otomatis harta itu nanti akan ayah serahkan kepada anak dan istrimu."
Karena bujukan itu ia kemudian menyerahkan kembali kepada ayahnya. Dalam secarik kertas ia tunjukkan peta tempat penyimpanan harta itu. Ghulam datang ke sebuah bukit di pinggiran kota dengan membawa tiga ekor keledai untuk mengangkutnya. Ghulam kemudian memindahkan timbunan hartanya ke sebuah bukit lain dalam penguasaannya.
Ternyata, Shah kemudian sembuh setelah mendatangkan seorang tabib dari Waziristan yang diberi upah 1.000 dinar. Shah meminta kembali hartanya. Ghulam menolaknya. "Harta itu belum milikmu. Harta itu masih milikku. Harta itu akan beralih menjadi milikmu jika aku sudah mati."
Shah sangat kecewa hingga ia tak mau lagi membantu perniagaan ayahnya. Ayahnya terpaksa mengupah 12 orang kemenakannya dari Kabul. Shah hanya murung dalam kesehariannya.

Hilang Sudah
Usia Ghulam semakin tua. ia tiba-tiba jatuh sakit. Mendenfgar Ghulam sakit, Shah bangkit dari malasnya. Ia kembali mendekati ayahnya. "Nah, ayah, mungkin ini sakit ayah terakhir. Ayah harus menyerahkan peta penyimpanan harta itu kepadaku," kata Shah.
Tapi, Ghulam menampiknya. "Tidak Shah, aku masih akan hidup. Engkau tak akan mendapatkan harta itu sebelum ayah meninggal. Ayah tak membuat peta lagi selain hanya tercatat dalam ingatan ayah. Kau tak akan bisa menemukan harta itu karena tersimpan rapi jauh-jauh. Jadi, tunggulah ajal ayah sehingga engkau nanti bisa menemukan harta itu. Ayah pasti akan memberitahukan sebelum ajal ayah datang."
"Tapi, ajal tak bisa ditentukan. Siapa oun tak bisa menduga datangnya."
"Jika nanti ajal ayah sudah dekat, aku akan membisikimu tempat itu."
Ternyata benar. Ghulam tengah berhadapan dengan Malaukat Maut. Telinga Shah didekatkan ke mulutnya dengan harapan sang ayah mau bicara. Tapi, sang ayah hanya bicara uh uh uh dan kemudian menyebut "La ilaha illallah Muhammadur Rasulullah." Ghulam dan kemudian meninggal dan tidak meninggallan pesan alamat tempat penyimpanan hartanya.
Shah gelisah dan terus membongkar lemari ayahnya untuk menemukan tulisan alamat. Ia menyewa puluhan orang untuk menggali di semua tanah milik ayahnya. Hingga 1.000 hari tak tertemukan juga hingga harta Shah habis. Rumahnya habis dijual untuk biaya itu. Kemudian Shah hanya bisa pasrah kepada Allah dengan setiap hari melaksanakan salat malam sebanyak 100 rekaat.
Tiba-tiba berhenti seekor keledai milik ayahnya datang tanpa manusia dengan muatan berat. Shah mendekatinya dan membuka muatan itu. Ia kaget karena kemudian gemerincing dinar berhamburan. “Inikah milikku ya Allah,” serunya, gembira.
Kisah ini dikembangkan dari kisah-kisah sufi tulisan Ibnul Jawzi. (Musthafa Helmy)

Baca Juga:

Serba Serbi 8030635776372358952

Posting Komentar

emo-but-icon

Video Berita Haji

Populer

Terbaru

Iklan

item