Saudi Didesak Hapus Pernikahan Usia Dini

Pernikahan seorang gadis di bawah umur di Jazan, Arab Saudi, dengan seorang pria berusia 84-tahun membuat heboh negeri itu. Kalangan terpelajar di Arab Saudi mendesak pemerintah kerajaan membuat aturan usia pernikahan, dengan menetapkan usia minimal wanita menikah berusia 18 tahun. Tentu hal ini akan menimbulkan reaksi kalangan konservatif di negeri itu.

"Kami telah meminta Kementerian Kehakiman untuk memperbaiki usia minimum menikah bagi wanita yaitu 18 tahun. Sampai sekarang, bagaimanapun, tidak ada tindakan yang diambil pemerintah untuk atasi hal tersebut," kata Suhaila Hammad, seorang anggota Perhimpunan Hak Asasi Manusia Nasional Arab Saudi.
"Untuk anak perempuan di bawah usia 18 tahun, pernikahan kemungkinan akan mengakibatkan masalah kesehatan fisik dan mental dan saya lagi meminta kementerian untuk mengadopsi undang-undang mencegah pernikahan tersebut untuk menghindari efek negatifnya," kata Hammad keoada harian Arab News edisi pertengahan Januari lalu.

Diakui Hammad, salah satu alasan untuk perkawinan seperti itu berasal dari klaim bahwa Nabi Muhammad SAW menikahi ummul mukminin Aisyah RA pada usia sembilan tahun. "Ini adalah laporan yang salah. Nabi menikahi Aisyah ketika ia berusia 19 tahun, " kata Hammad mengutip bukti usianya.
Kemiskinan merupakan alasan utama mengapa orang tua bersedia menyerahkan anaknya yang masih sangat muda usia untuk dinikahkan dengan laki-laki tua yang beruang. Hammad mendesak pemerintah untuk menerapkan langkah-langkah kongkret untuk memerangi kemiskinan di seluruh negeri agar pernikahan semacam itu tak lagi bisa dijadikan alasan.

Menurut laporan media, ayah dari gadis itu adalah seorang warga negara Yaman. Ia tergiur dengan uang karena kemiskinannya sehingga bersedia menyerahkan anaknya kepada laki-laki tua bernama Haider Ali Masrahi yang telah berusia 84 tahun. Beberapa lembaga sosial bersedia mengurus perceraiannya untuk masa depan si gadis.

Namun, yang menjadi runyam adalah juga usia si gadis yang sebenarnya. "Saya bahkan tidak memiliki bukti identitas saya atau putri saya, karena kondisi keuangan yang sulit telah membuat saya tidak menindaklanjuti upaya saya berusaha untuk mendapatkan kartu identitas."  Keluarga itu tinggal di rumah jerami yang sangat memprihatinkan. Di situ ia tinggal bersama 13 orang anaknya.

Berapakah dana yang diterima orang tua si gadis? Mahar diperkirakan mencapai SR45.000 (sekitar Rp 135 juta). Laki-laki itu juga menjanjukan dana lain sebesar SR35.000 atau sekitar Rp 105 juta.
Karena desakan keluarganya serta pemberitaan media yang sangat gencar, akhirnya Haider Ali Masrahi angkat tangan. Ia mengaku belum  berbuat apa-apa dengan si gadis yang tak disebutkan namanya itu. Bahkan, dalam pengakuan Masrahi, istrinya mengunci diri di kamar sampai dua saudara laki-lakinya datang menyusul dan mengajaknya pulang.

Dengan gagalnya perkawinan itu, Masrahi mengaku mendapatkan pengembalian mahar kurang dari separuhnya, yaitu hanya 20.000 Riyal atau sekitar Rp 60 juta. Masrahi tak ingin menuntut banyak atas uang mahar yang telah diberikan itu.

Kemiskinan di Negeri Kaya

Kalangan pekerja sosial menyayangkan masih ada kemiskinan di negara yang sangat kaya minyak yang menghamburkan anggarannya untuk pembangunan  ini.  "Ini adalah tugas pemerintah untuk menyediakan pekerjaan dan rezeki kepada mereka yang berada di negara ini, termasuk bagi warga asing," kata Hammad.
"Pria Yaman itu telah tinggal lama di Kerajaan Arab Saudi selama bertahun-tahun. Kementerian Sosial dan Kementerian Tenaga Kerja harus bekerja sama untuk mendukung orang-orang seperti itu bisa mendapatkan  pekerjaan dan menyediakan mereka bantuan keuangan yang diperlukan. Kita tidak harus memaksa mereka ke dalam situasi untuk menjual anak perempuan mereka."
Hammad juga mengatakan penduduk miskin tersebut harus diberikan pelatihan kerja. "Lebih baik kita menggunakan warga asing yang telah tinggal di kerajaan selama bertahun-tahun ini dibanding harus merekrut lebih banyak pekerja asing," katanya.

Kementrian Sosial telah meluncurkan survei nasional untuk mendata warga miskin untuk melakukan analisis kebutuhan warga. Muhammad Al-Awad, juru bicara Kementerian Sosial mengatakan bahwa tim ahli dari kementerian sudah mulai bekerja di Riyadh dan Jeddah. Sejumlah sosiolog, termasuk perempuan ikut dikerahkan untuk penelitian itu. "Tim akan berusaha menemukan perbaikan cepat untuk beberapa masalah yang dihadapi orang miskin," katanya.

Kementerian juga akan memberikan pekerjaan bagi pengangguran dan keuangan untuk proyek skala kecil. "Kami juga akan berkoordinasi dengan Departemen Kesehatan untuk menyediakan mereka dengan layanan kesehatan." Kementerian juga akan menghubungkan orang-orang miskin dengan amal masyarakat terdekat untuk menyediakan mereka bantuan mendesak.
"Tim akan mengunjungi semua wilayah Kerajaan, terutama di daerah terpencil. Mereka juga akan mencakup orang-orang yang tidak menerima asuransi sosial dan tak terdaftar dalam layanan pemerintah," kata Al-Awad. (MH)

Baca Juga:

Serba Serbi 8088695631861097464

Posting Komentar

emo-but-icon

Video Berita Haji

Populer

Terbaru

Iklan

item