Tausiah: Senyum Menggoda Wanita Yahudi

Kota Ashkelon tengah dalam keadaan cuaca terik yang tinggi. Rabbi Norah tertatih-tatih membuka pintu rumahnya. Derit pintu ka...


Kota Ashkelon tengah dalam keadaan cuaca terik yang tinggi. Rabbi Norah tertatih-tatih membuka pintu rumahnya. Derit pintu kayu tua berbunyi dan membangunkan anjing-anjing yang berjajar di depan rumahnya. Ada segulung angin mendesir masuk yang membuatnya nyaman, sedikit menyingkap jubahnya.
 

Anjing-anjing itu berlarian melihat Rabi keluar. Ia tersenyum menatap anjing-anjing itu. Satu-satunya pohon zaitun di depan rumahnya menjadi penyejuk siang ini. Daunnya yang masih hijau seperti menawarkan keteduhan. Pohon zaitun itu sudah meninggi. Rabbi Norah sudah lama tak memerhatikan seksama.

Melihat pintu rumahnya dibuka, beberapa orang yang lewat yang mengenalnya lantas singgah. Ia mencium tangan Rabbi. Wajah Rabbi bersinar dan cerah seolah memantulkan kedamaian bagi pengikut setia Nabi Musa AS dan Nabi Harun AS. Air sumurnya yang jernih seolah memberi kenikmatan para tamunya dari cawan tanah lumpur Laut Mati.
---0---

Rabbi Norah adalah orang yang sangat dekat dengan Allah. Ia telah mengabdi selama 60 tahun dalam mezbah. Ia habiskan hidupnya hanya untuk berdoa dan beribadah kepada Allah SWT. Ia habiskan waktu untuk membaca Taurat dan doa-doa Haggadah. Selama 60 tahun itu ia tak pernah keluar rumah. Banyak rabbi yang memuji Rabbi Norah sebagai rabi yang berkat ibadahnya yang tekun tanah Ashkalon menjadi subur dan warganya makmur.

Siang ini banyak tamu yang datang ke rumah Rabbi Norah. Rata-rata mereka memohon doa kepada sang rabbi. Sang rabbi dengan senyumnya yang khas dengan sukacita berdoa untuk umatnya. Ia memberi menjamu tamunya dengan anggur, buat tin dan roti gandum. Ia kemudian masuk lagi ke mezbahnya dan kembali menekuni taurat dan doa-doa lainnya.
----0----
Menjelang senja, seorang wanita mengucapkan salam. Rabbi menjawabnya. Ia membuka kelambu tirai mezbahnya.
Adakah aku mengenalmu?” tanya Rabbi Norah.
Belum, Rabbi.”
Siapa sebenarnya engkau?” tanya Rabbi.
Saya Hamama, Rabbi. Saya datang memohon doamu.”
Kalau kau mau menunggu tunggulah. Aku akan selesaikan ibadahku dulu.”
Tak lama kemudian Rabbi Norah keluar dan duduk di kursinya, menghadap seorang wanita di hadapannya. Wanita itu sangat cantik dan berusia sekitar 30 tahun.
Dari siapa engkau mengenal aku,” tanya Rabbi.
Semua orang sejak di Jerusalem menyebut namamu Rabbi. Kami datang dari Nabshan dekat Laut Mati jalan kaki menempuh perjalanan berhari-hari untuk bertemu denganmu, wahai Rabbi.”
Semoga Allah memberimu pahala setimpal.”
Kami perlu doa rabbi.”
Kalau hanya untuk berdoa kenapa tak berdoa di Jerussalem. Bukankah di sana doa-doa pasti dikabulkan Allah.”
yah, kami mantap dengan doa Rabbi,” kata wanita itu. Angun menyingkap kerudungnya sehinga memperlihatkan rambutnya yang ikal hitam indah.
----0----
Hanya sesekali Rabbi Norah menatap agak dalam wanita itu. Ia lebih banyak mengarahkan pandang pada halaman luar sambil melayani pertanyaan.
Apa harapanmu kepada Allah dengan doaku?”
Kami ingin segera dapat jodoh.”
Jodoh. Lalu?”
Kami ingin segera punya anak yang banyak. Kami betnazar jika kami punya laki-laki akan kami persembahkan sebagai pasukan para nabi. Jika perempuan biarlah ia nantinya membantu suaminya yang berjuangn untuk agama Allah.”
Niatmu sungguh indah.”
Marilah berdoa dan hari sudah mulai gelap. Engkau tak mungkin pulang ke desamu malam ini.”
Betul, Rabbi.”
Nanti tidurlah di rumah Rifaya, dia seorang janda yang baik. Dia hidup sendiri. Rumahnya tepat di depan rumah ini.”
Baik Rabbi.”
Maka berdoalah rabbi sangat lama. Hamama mengamini sambil menutupkan kedua tangannya ke wajahnya. “Amin.”
Malam itu ia menginap di rumah Rifaya, janda yang hidup sendirian. Di sana ia dijamu. Rifaya yang usianya sebaya dengan Rabbi senantiasa menghormati tamu-tamunya. Tamu diangapnya rezeki dari Allah yang wajib dimuliakan.
----0----
Malam itu Rabbi Norah sedikit terganggu dengan kedatangan wanita itu. Rabbi belum pernah menikah. Sejak ia belajar para seorang rabbi di Shiloh hingga selesai ia tak menikah. Ia kembali ke rumah orang tuanya di Ashkelon dan ia begitu asyik tinggal di mezbah dan menghabiskan waktu untuk mendekatkan diri kepada Allah.
Entah kenapa malam itu ia sulit memicingkan mata. Ia teringat terus senyuman wanita dari Nabshan itu. Baju wanita yang berwarna merah mengesankannya. Kerudungnya yang berwana merah jambu seperti kerudung terbaik dan terindah sepanjang ia tahu dalam hidupnya.
Ia kemudian mematikan lampu biliknya dan mencoba tidur.
Bayangan wanita itu terus mengganggu.

--0----
Tak jelas mimpim malam itu. Ia begitu kaget ketika menjelang fajar, seseorang mengetuk pintu rumahnya. Rabbi bergegas membuka. Takut ada tamu jauh yang memerlukan bantuannya. Ternyata, yang beridi di depannya adalah Hamama yang menebarkan senyum terindahnya.
Engkau?”
Iya, rabbi.”
Rabbi ragu hendak memasukkan Hamamah ke dalam rumahnya.
Bagaimana dengan Rifaya? Engkau telah izin dia untuk datang kemari?”
Sudah Rabbi.”
Apa kau bilang?”
Aku hendak ke mezbah Rabbi.”
Duduklah dan aku membuka pitu rumah dan jendela. Aku nyalakan lampu dulu,” katanya, melangkah ke dalam.
Hamama memgikutinya, diam-diam. Mezbah masih gelap dan ada alas papirus dari Mesir seukuran satu orang. Mezhab beralaskan tanah kering. Rabbi mengambil air suci sebelum melangkah menunaikan ibadah Fajar. Hamama mengikutinya di belakang kanan Rabbi.
----0----
Sambil menghadap ke timur, arah Jerusalem, Rabbi berdoa yang diaminkan Hamama. Rabbi juga memberi wejangan kepada Hamamah di mezbahnya.
Jika engkau kelak mendapat jodoh, pilihlah laki-laki yang baik. Jangan dilihat ketampanan dan kekayaan, karena keduanya itu anti akan menipumu. Menikahlah dengan orang yang bertanggungjawab dengan ciri ia memiliki pekerjaan yang ditekuni terus menerus. Carilah laki-laki keturunan baik-baik. Tapi, jika engkau menikah dengan sesama Yahudi maka itu adalah pilihan terbaik, karena semua Yahudi adalah keturunan Nabi Ishaq. Allah akan menuntunmu pada jalan terbaik.”
Hamama tertunduk khusuk mendengar petuah Rabbi. Jarak antara dia dengan Rabbi tak sampai satu meter. Rabbi mencium bau wangi Hamamah, wewangian Mesir yang khas dari getah Luban yang mahal.
Tentu, wanita ini bukan wanita miskin. Dia wanita terpandang melihat baju dan wewangian yang dikenakannya,” pikir Rabbi.
Duduklah di ruang tamu depan mungkin akan ada tamu yang ingin menemuiku,” kata Rabbi.
Tidak Rabbi.”
Kenapa?”
Kami di sini saja, kami ingin mendekat Allah. Biarlah rabbi di sana, kami akan di sini.”
Rabbi Norah melihat Hamama merebahkan tubuhnya di atas mezbahnya. Ia pulas tertidur. Ketika lampu mezhab dipindahkan ke ruang tamu, napas Hamama terdengar lirih seolah minta perhatian.
Rabbi Norah menuju ruang tamu.
Jantungnya berdegup keras.
Perasaannya tak karuan.
Tangannya gemetar.
---0---
Di ruang tamu Rabbi Norah menghabiskan waktunya dengan merenung. Tapi, pikirannya kemudian cepat beralih pada Hamamah. Ia menghibur diri dalam hati. “Bukankah aku sudah 75 tahun dan tak akan menarik bagi wanita terhormat seperti dia.”
Tapi, setan seperti segera menyergah pernyataan hatinya. “Ah, Rabbi engkau masih gagah dan wanita itu pasti suka denganmu. Ia menunggumu. Untuk apa dia jauh-jauh pergi dan memilih tidur di mezbahmu. Ia ingin engkau nikahi.”
Setan selalu menggodanya.
Tiba-tiba ia mendengar suara teriakan. “Tolong.”
Rabbi Norah segera masuk ke dalam mezbahnya. Hamama tengah ketakutan berat dan meronta. Rabbi memeluknya dengan menyadarkannya.
Tenanglah Hamamah. Tenanglah ada aku di sini.”
Hamama sangat kuat meronta sehinga Rabbi harus memeluknya lebih kuat lagi. Hingga kemudian Hamama tersadar dan ia tengah dalam pelukan erat Rabbi Norah.
----0----
Rabbi Norah tersadar dan langsung pingsan. Ia memangis dan lalu meningal saat itu juga. Ketika para tetangga datang mereka menyaksikan sesuatu yang sangat memilukan. Seorang rabbi besar meninggal dalam pelukan seorang wanita yang tidak jelas.
Dalam hadis Rasulullah SAW disebutkan, bahwa Nabi bersabda: “Maka ditimbanglah ibadah selama 60 tahun itu dengan dosa perzinahan. Ternyata dosa zina lebih unggul dari pahala-pahalanya.”
Naudzubillahi min zalik.

----0----
Dikutip bebas dari hadis riwayat Ibnu Hibban yang dikutip Syaikh Zainuddin Al-Malibari dalam kitab Irsyadul Ibnad ila Sabilir Rasyad pada bab Zina halaman 104-105. (Musthafa Helmy)

Baca Juga:

Serba Serbi 2353191565874973900

Posting Komentar

emo-but-icon

Video Berita Haji

Populer

Terbaru

Iklan

item