Kisah: Jejak Jejak Nabi Ibrahim
Kebiasaan Nabi Ibrahim sejak lama tak pernah makan sendiri. Ia selalu mengundang orang lain untuk bersama di rumahnya. Bahkan, dik...

http://www.keretawaktu.com/2018/01/kisah-jejak-jejak-nabi-ibrahim.html
Kebiasaan Nabi Ibrahim sejak lama tak pernah makan sendiri. Ia selalu mengundang orang lain untuk bersama di rumahnya. Bahkan, dikisahkan oleh Rasulullah SAW, pernah Nabi Ibrahim harus berjalan hingga sepanjang 2 mil (sekitar 3 kilometer) hanya untuk mengajak makan orang di rumahnya.
Maka tibalah
saatnya. Ketika ia sedang menikmati makanan bersama beberapa tamu di
rumahnya, tiba-tiba ia melihat seorang tua renta yang tengah berjalan
terseop-seok dengan tongkatnya. Nabi Ibrahim segera menyusulnya
dengan keledai. Orang tua itu dinaikkan ke atas keledainya dan
kemudian diajaknya ke rumah untuk menikmati hidangan makanan yang
selalu istimewa untuk para tamunya.
Nabi Ibrahim
memperhatikan terus sikap orang tua tamunya itu. Dan ia terperanjat
melihat ulah orang tua itu. Ketika ia mengambil suapan makanan,
makanan itu justru tidak masuk mulutnya. Makanan itu malah mengarah
ke matanya. Suatu saat yang lain makanan itu justru masuk ke
telinganya.
Ketika makanan itu
masuk ke dalam mulutnya, sertamerta langsung keluar kotoran dari
duburnya. Makan langsung berak. Nabi Ibrahim semakin menghormati
orang tua itu.
“Apa sebenarnya
yang menimpa Tuan sehingga makan seperti itu?” tanya Nabi Ibrahim
dengan suara agak keras.
Orang tua itu
menjawab ringan. “Karena usia.”
“Oh, berapa usia
Tuan?” tanya Nabi Ibrahim.
“Iya, betul,”
jawab orang tua itu,
Nabi Ibrahim tak
ingin mengalami nasib seperti orang tua itu yang kemudian berdoa
kepada Allah. “Ya Allah jangan sampai usiaku mencapai usia orang
tua ini yang membuatku pikun seperti dia.”
Orang tua itu
ternyata Malaikat Maut atau malaikat Izarail yang segera menjemput
ajal Nabi Ibrahim saat itu juga.
Nabi Ibrahim wafat
dalam usia 200 tahun. Ada sebagian yang menyebutkan usia wafat Nabi
Ibrahim adalah 175 tahun.
Nabi Ibrahim
dimakamkan di tempat Sarah, istri pertamanya dikuburkan, yaitu di
Jebron (sekarang menjadi Hebron).
II
Sarah meninggal
dalam usia 125 tahun di Jababirah, Jebron, daerah Kan’an (Syam atau
Palestina). Tanah itu milik Nabi Ibrahim yang dibelinya dari warga
setempat. Sementara Hajar, istri kedua Nabi Ibrahim, wafat lebih
dahulu di Mekah dan dimakamkan di Hijir Ismail, komplek Kakbah.
Setelah Sarah (yang
masih terbilang sepupu Nabi Ibrahim) wafat, Nabi Ibrahim kemudian
menikah dengan dua wanita. Pertama, wanita suku Kan’an bernama
Qatur anak Yaqthan yang kemudian lahir enam orang anak: Yaqsyah,
Zamran, Midan, Mud, Asyiq, dan Wasyukh.
Nabi Ibrahim juga
menikahi wanita Arab bernama Hajuni binti Uhaib yang kemudian
dikaurunia anak-anak: Kisan, Farah, Uhaim, Luthan dan Nafis.
Jumlah anak-anak
Nabi Ibrahum adalah 13 orang. Ismail tinggal di Hizaz (Mekah) dan
Ishaq di Syam, Palestina. Anak-anak Nabi Ibrahim yang lain menyebar
di mana-mana.
Suatu saat anak-anak
Ibrahim --selain Ismail dan Ishaq, protes kepada Nabi Ibrahim. “Ayah,
kenapa Ismail kau tetapkan di Hijaz dan Ishaq kau tetapkan di Syam,
sementara kami engkau tempatkan di hutan belantara.”
Nabi Ibrahim
menjawab: “Demikianlah perintah Allah kepada kami.”
Kemudian Nabi
Ibrahim mengajarkan doa-doa kepada anak-anaknya ini sehingga mereka
diberi kemudian hidup dan selalu dalam lindungan Allah SWT.
III
Ibrahim tinggal
dengan Hajar di Mekah. Ismail kemudian menikah dengan wanita Jurhum.
Namun, setelah Nabi Ibrahim tahu, ia tidak suka. Ismail diminta
menceraikannya. Kemudian Nabi Ismail menikah dengan wanuta Jurhum
yang lain yang bernama As-Sayyidah binti Mudladl bin Amr Al-Jurhumi.
Dari wanita ini Nabi Ismail memperoleh 12 orang anak.
Anak-anak itu
bernama Nabit, Qaydar, Adbil, Bisam, Masma’, Dzauma, Masa, Hara,
Fimar, Nafis, Qaidama, dan Mana. Dari Nabit dan Qaidar kemudian
berkembang suku Arab di Yaman. Ketika Ismail mendekati wafat ia
mengajak Nabi Ishaq berbesan dengan menikahkan salah satu anak Nabi
Ismail dengan anak Nabi Ishaq yang bernama Aish.
Nabi Ismail wafat
dalam usia 137 tahun dan dimakamkan di Hijir Ismail berdampingan
dengan ibunya, Hajar.
IV
Pada suatu hari,
pernah Nabi Ismail mengadu dan mengeluh kepada Allah SWT tantang
cuaca panas terik kota Mekah. Allah kemudian menjawabnya; “Aku akan
selalu membuka pintu surga untukmu yang senantiasa menghembuskan
udara sejuknya hingga hari kiamat.”
V
Nabi Ishaq menikah
dengab Rifqa binti Bitwail. Nabi Ishaq baru memiliki anak setelah
berusia 60 tahun. Anak yang diberikan Allah kemudian adalah anak
kembar; Aish dan Ya’qub.
Dalam kisah yang
diungkap sejarawan As-Sudyi, Aish dan Ya’qub ketika dalam rahim
ibunya tidak pernah rukun dan selalu berantem, terutama pada
saat-saat pelahiran. Keduanya berebut keluar lebih dulu. Sebab, yang
keluar duluan dia akan menjadi yang tertua yang memiliki hak-hak
istimewa dalam keluarga. Ya’qub pingin keluar duluan, tapi, diancam
Aish. “Jika engkau keluar duluan maka aku akan berbuat sesuatu di
perut ibu dan aku akan membunuhmu.” Ya’qub mengalah dan
membiarkan Aish keluar lebih dahulu. Walaupun seharusnya Yaqub yang
secara usia dalam kandungan justru lebih tua.
VI
Tumbuhlah kedua anak
Nabi Ishaq itu. Aish ternyata lebih dekat dengan ayahnya. Ia selalu
diistimewakan oleh sang ayah. Sebaliknya Ya’qub. Ia lebih dekat
dengan ibunya. Aish menggemari berburu.
Suatu saat Nabi
Ishaq berkata kepada Aish. “Berburulah dan kemudian berilah aku
makan dengan buruanmu. Aku akan berdoa khusus utukmu seperti doa yang
dilakukan ayahku untukku.” Maka, berangkatkah Aish menuju hutan
untuk berburu dan akan memasak lezat untuk sang ayah.
Tapi, Rifqa, sang
ibu mendengar kata-kata Nabi Ibrahim itu. Maka kemudian menyuruh
Ya’qub menyembelih kambing dan mempergunaan kulit kambing untuk
menutupi punggungnya. Mengapa? Sebab, Ya’qub rambutnya botak dan
Aish rambutnya lebat.
Maka, berbuatlah
Ya’qub seperti yang diajarkan ibunya. Ia sembelih kambing dan
memasak yang lezat. Nabi Ishaq senang. Ketika Nabi Ishaq menepuk
punggungnya tampak bulu kambing yang meyakinkan dia bahwa anak yang
dihadapi itu adakah Aish. Maka Ishaq kemudian berdoa seperrti yang
dilakukan Nabi Ibrahim.
Ketika Aish tiba,
kaget Nabi Ishaq, karena yang dia doakan adalah Ya’qub, bukan Aish.
Aish marah berat dan berjanji akan membunuh Ya’qub.
“Bersabarlah,
masih ada sisa doa untukmu. Kemarilah, aku akan berdoa untkumu dan
anak cucumu yang nanti akan memenuhi bumi ini seperi debu banyaknya
dan menjadi bangsa yang tak pernah ditaklukan bangsa lain.”
VII
Karena diancam Aish,
Nabi Ya’qub lari meninggalkan desanya. “Pergilah ke rumah pamanmu
agar selamat dari ancaman saudaramu,” kata Rifqa, ibunya. Ya’qub
melakukan perjalanan malam hari dan siang hari sembunyi dari kejaran
Aish. Dialah tercatat dalam sejarah sebagai orang yang pertama kali
melakukan perjalanan malam hari sehingga ia diberi gelar Israel atau
sang pejalan malam.
Ya’qub kemudian
tinggal cukup lama di rumah Layyan bin Nahur, paman dari sisi ibu.
Nabi Ishaq berpesan kepada Ya’qub agar tidak menikahi wanita
Kan’an. Nabi Ishaq setuju jika Ya’qub menikah dengan anak Layyan,
sepupunya sedniri dari garis ibu.
VIII
Liyan bin Nahur,
paman Ya’qub memiliki dua orang anak: Lia dan Rahil (Rachel). Dalam
perjalanan waktu agaknya ia mulai tertarik dengan anak pamannya yang
bernama Rachel. Maka ia mendatangi pamananya untuk meminangnya.
“Engkau pnya apa?
Maskawin apa yang akan engkau berikan untuk anakku?” tanya Layyan.
“Aku akan mengabdi
kepada paman selama tujuh tahun sebagai maskawinnya.”
Layyan setuju.
“Aku akan menikahi
rachel,” kata Ya’qub.
“Baiklah kita
adakan perjanjian dalam hal ini.”
maka, setelah tujuh
tahun Ya’qub mengabdi kepada pamannya itu, maka tibalah saatnya
untuk menikah. Ternyata, Layyan menikahkan Ya’qub dengan anak
tertuanya, Lia. Bukan Rachel. Pada malam hari Layyan memasukan Lia ke
kamar Ya’qub, dan bukan Rachel.
Yaqub marah.
Kata Layyan
kemudian; “Jika engkau hendak menikahi Rachel maka tambahlah
maskawinnya dengan tujuh tahun lagi, sebab, yang lalu untuk Lia.”
(Dikutip dari
Araisul Majalis karya Abu Ishaq Ahmad bin Muhammad bin Ibrahim
An-Nisaburi yang dikenal dengan nama Ats-Tsa’labi). MH