Kisah: Jejak Jejak Nabi Ibrahim

Kebiasaan Nabi Ibrahim sejak lama tak pernah makan sendiri. Ia selalu mengundang orang lain untuk bersama di rumahnya. Bahkan, dik...



Kebiasaan Nabi Ibrahim sejak lama tak pernah makan sendiri. Ia selalu mengundang orang lain untuk bersama di rumahnya. Bahkan, dikisahkan oleh Rasulullah SAW, pernah Nabi Ibrahim harus berjalan hingga sepanjang 2 mil (sekitar 3 kilometer) hanya untuk mengajak makan orang di rumahnya.
Maka tibalah saatnya. Ketika ia sedang menikmati makanan bersama beberapa tamu di rumahnya, tiba-tiba ia melihat seorang tua renta yang tengah berjalan terseop-seok dengan tongkatnya. Nabi Ibrahim segera menyusulnya dengan keledai. Orang tua itu dinaikkan ke atas keledainya dan kemudian diajaknya ke rumah untuk menikmati hidangan makanan yang selalu istimewa untuk para tamunya.

Nabi Ibrahim memperhatikan terus sikap orang tua tamunya itu. Dan ia terperanjat melihat ulah orang tua itu. Ketika ia mengambil suapan makanan, makanan itu justru tidak masuk mulutnya. Makanan itu malah mengarah ke matanya. Suatu saat yang lain makanan itu justru masuk ke telinganya.
Ketika makanan itu masuk ke dalam mulutnya, sertamerta langsung keluar kotoran dari duburnya. Makan langsung berak. Nabi Ibrahim semakin menghormati orang tua itu.
“Apa sebenarnya yang menimpa Tuan sehingga makan seperti itu?” tanya Nabi Ibrahim dengan suara agak keras.
Orang tua itu menjawab ringan. “Karena usia.”
“Oh, berapa usia Tuan?” tanya Nabi Ibrahim.
Orang tua itu kemudian menyebut angka. “Ternyata usiaku dengan usia Tuan hanya terpaut dua tahun. Apakah nanti jika usia saya menyamai usia Tuan akankah saya mengalami hal yang sama dengan Tuan?”
“Iya, betul,” jawab orang tua itu,
Nabi Ibrahim tak ingin mengalami nasib seperti orang tua itu yang kemudian berdoa kepada Allah. “Ya Allah jangan sampai usiaku mencapai usia orang tua ini yang membuatku pikun seperti dia.”
Orang tua itu ternyata Malaikat Maut atau malaikat Izarail yang segera menjemput ajal Nabi Ibrahim saat itu juga.
Nabi Ibrahim wafat dalam usia 200 tahun. Ada sebagian yang menyebutkan usia wafat Nabi Ibrahim adalah 175 tahun.
Nabi Ibrahim dimakamkan di tempat Sarah, istri pertamanya dikuburkan, yaitu di Jebron (sekarang menjadi Hebron).

II
Sarah meninggal dalam usia 125 tahun di Jababirah, Jebron, daerah Kan’an (Syam atau Palestina). Tanah itu milik Nabi Ibrahim yang dibelinya dari warga setempat. Sementara Hajar, istri kedua Nabi Ibrahim, wafat lebih dahulu di Mekah dan dimakamkan di Hijir Ismail, komplek Kakbah.
Setelah Sarah (yang masih terbilang sepupu Nabi Ibrahim) wafat, Nabi Ibrahim kemudian menikah dengan dua wanita. Pertama, wanita suku Kan’an bernama Qatur anak Yaqthan yang kemudian lahir enam orang anak: Yaqsyah, Zamran, Midan, Mud, Asyiq, dan Wasyukh.
Nabi Ibrahim juga menikahi wanita Arab bernama Hajuni binti Uhaib yang kemudian dikaurunia anak-anak: Kisan, Farah, Uhaim, Luthan dan Nafis.
Jumlah anak-anak Nabi Ibrahum adalah 13 orang. Ismail tinggal di Hizaz (Mekah) dan Ishaq di Syam, Palestina. Anak-anak Nabi Ibrahim yang lain menyebar di mana-mana.
Suatu saat anak-anak Ibrahim --selain Ismail dan Ishaq, protes kepada Nabi Ibrahim. “Ayah, kenapa Ismail kau tetapkan di Hijaz dan Ishaq kau tetapkan di Syam, sementara kami engkau tempatkan di hutan belantara.”
Nabi Ibrahim menjawab: “Demikianlah perintah Allah kepada kami.”
Kemudian Nabi Ibrahim mengajarkan doa-doa kepada anak-anaknya ini sehingga mereka diberi kemudian hidup dan selalu dalam lindungan Allah SWT.

III
Ibrahim tinggal dengan Hajar di Mekah. Ismail kemudian menikah dengan wanita Jurhum. Namun, setelah Nabi Ibrahim tahu, ia tidak suka. Ismail diminta menceraikannya. Kemudian Nabi Ismail menikah dengan wanuta Jurhum yang lain yang bernama As-Sayyidah binti Mudladl bin Amr Al-Jurhumi. Dari wanita ini Nabi Ismail memperoleh 12 orang anak.
Anak-anak itu bernama Nabit, Qaydar, Adbil, Bisam, Masma’, Dzauma, Masa, Hara, Fimar, Nafis, Qaidama, dan Mana. Dari Nabit dan Qaidar kemudian berkembang suku Arab di Yaman. Ketika Ismail mendekati wafat ia mengajak Nabi Ishaq berbesan dengan menikahkan salah satu anak Nabi Ismail dengan anak Nabi Ishaq yang bernama Aish.
Nabi Ismail wafat dalam usia 137 tahun dan dimakamkan di Hijir Ismail berdampingan dengan ibunya, Hajar.

IV
Pada suatu hari, pernah Nabi Ismail mengadu dan mengeluh kepada Allah SWT tantang cuaca panas terik kota Mekah. Allah kemudian menjawabnya; “Aku akan selalu membuka pintu surga untukmu yang senantiasa menghembuskan udara sejuknya hingga hari kiamat.”

V
Nabi Ishaq menikah dengab Rifqa binti Bitwail. Nabi Ishaq baru memiliki anak setelah berusia 60 tahun. Anak yang diberikan Allah kemudian adalah anak kembar; Aish dan Ya’qub.
Dalam kisah yang diungkap sejarawan As-Sudyi, Aish dan Ya’qub ketika dalam rahim ibunya tidak pernah rukun dan selalu berantem, terutama pada saat-saat pelahiran. Keduanya berebut keluar lebih dulu. Sebab, yang keluar duluan dia akan menjadi yang tertua yang memiliki hak-hak istimewa dalam keluarga. Ya’qub pingin keluar duluan, tapi, diancam Aish. “Jika engkau keluar duluan maka aku akan berbuat sesuatu di perut ibu dan aku akan membunuhmu.” Ya’qub mengalah dan membiarkan Aish keluar lebih dahulu. Walaupun seharusnya Yaqub yang secara usia dalam kandungan justru lebih tua.

VI
Tumbuhlah kedua anak Nabi Ishaq itu. Aish ternyata lebih dekat dengan ayahnya. Ia selalu diistimewakan oleh sang ayah. Sebaliknya Ya’qub. Ia lebih dekat dengan ibunya. Aish menggemari berburu.
Suatu saat Nabi Ishaq berkata kepada Aish. “Berburulah dan kemudian berilah aku makan dengan buruanmu. Aku akan berdoa khusus utukmu seperti doa yang dilakukan ayahku untukku.” Maka, berangkatkah Aish menuju hutan untuk berburu dan akan memasak lezat untuk sang ayah.
Tapi, Rifqa, sang ibu mendengar kata-kata Nabi Ibrahim itu. Maka kemudian menyuruh Ya’qub menyembelih kambing dan mempergunaan kulit kambing untuk menutupi punggungnya. Mengapa? Sebab, Ya’qub rambutnya botak dan Aish rambutnya lebat.
Maka, berbuatlah Ya’qub seperti yang diajarkan ibunya. Ia sembelih kambing dan memasak yang lezat. Nabi Ishaq senang. Ketika Nabi Ishaq menepuk punggungnya tampak bulu kambing yang meyakinkan dia bahwa anak yang dihadapi itu adakah Aish. Maka Ishaq kemudian berdoa seperrti yang dilakukan Nabi Ibrahim.
Ketika Aish tiba, kaget Nabi Ishaq, karena yang dia doakan adalah Ya’qub, bukan Aish. Aish marah berat dan berjanji akan membunuh Ya’qub.
“Bersabarlah, masih ada sisa doa untukmu. Kemarilah, aku akan berdoa untkumu dan anak cucumu yang nanti akan memenuhi bumi ini seperi debu banyaknya dan menjadi bangsa yang tak pernah ditaklukan bangsa lain.”


VII
Karena diancam Aish, Nabi Ya’qub lari meninggalkan desanya. “Pergilah ke rumah pamanmu agar selamat dari ancaman saudaramu,” kata Rifqa, ibunya. Ya’qub melakukan perjalanan malam hari dan siang hari sembunyi dari kejaran Aish. Dialah tercatat dalam sejarah sebagai orang yang pertama kali melakukan perjalanan malam hari sehingga ia diberi gelar Israel atau sang pejalan malam.
Ya’qub kemudian tinggal cukup lama di rumah Layyan bin Nahur, paman dari sisi ibu. Nabi Ishaq berpesan kepada Ya’qub agar tidak menikahi wanita Kan’an. Nabi Ishaq setuju jika Ya’qub menikah dengan anak Layyan, sepupunya sedniri dari garis ibu.

VIII
Liyan bin Nahur, paman Ya’qub memiliki dua orang anak: Lia dan Rahil (Rachel). Dalam perjalanan waktu agaknya ia mulai tertarik dengan anak pamannya yang bernama Rachel. Maka ia mendatangi pamananya untuk meminangnya.
“Engkau pnya apa? Maskawin apa yang akan engkau berikan untuk anakku?” tanya Layyan.
“Aku akan mengabdi kepada paman selama tujuh tahun sebagai maskawinnya.”
Layyan setuju.
“Aku akan menikahi rachel,” kata Ya’qub.
“Baiklah kita adakan perjanjian dalam hal ini.”
maka, setelah tujuh tahun Ya’qub mengabdi kepada pamannya itu, maka tibalah saatnya untuk menikah. Ternyata, Layyan menikahkan Ya’qub dengan anak tertuanya, Lia. Bukan Rachel. Pada malam hari Layyan memasukan Lia ke kamar Ya’qub, dan bukan Rachel.
Yaqub marah.
Kata Layyan kemudian; “Jika engkau hendak menikahi Rachel maka tambahlah maskawinnya dengan tujuh tahun lagi, sebab, yang lalu untuk Lia.”

(Dikutip dari Araisul Majalis karya Abu Ishaq Ahmad bin Muhammad bin Ibrahim An-Nisaburi yang dikenal dengan nama Ats-Tsa’labi). MH

Baca Juga:

Serba Serbi 3252278486036653824

Posting Komentar

emo-but-icon

Video Berita Haji

Populer

Terbaru

Iklan

item