ISIS Menjelang Akhir

Gembira setelah mengalahkan ISIS di Irak Setelah tiga tahun lamanya diduduki oleh ISIS, kota Mosul yang merupakan kota terbesar kedua di...

Gembira setelah mengalahkan ISIS di Irak
Setelah tiga tahun lamanya diduduki oleh ISIS, kota Mosul yang merupakan kota terbesar kedua di Iraq akhirnya berhasil dibebaskan oleh Tentara Iraq pada tanggal 10 Juli 2017.


Sebuah momentum besar terjadi pada hari Senin, tanggal 10 Juli 2017 lalu, di kota Mosul, Iraq. Pasukan Iraq yang didukung Amerika Serikat dan dibantu oleh kelompok gerilyawan Kurdi, Peshmerga berhasil membebaskan kota terbesar kedua di Iraq tersebut dari pendudukan ISIS, yang sudah berlangsung selama kurang lebih tiga tahun.
Kekalahan ISIS di Mosul adalah satu momentum besar, mengingat di kota ini, Abu Bakar Al-Baghdadi, pemimpin ISIS memproklamirkan kekhilafahannya dan juga merupakan benteng utama ISIS di Iraq.
Kemenangan atas ISIS sendiri dideklarasikan langsung oleh PM Iraq, Haider Al-Abadi. Kekalahan ISIS di kota terbesar kedua di Iraq ini menandai akhir dari perjuangan keras pemerintah Iraq yang sejak setahun lalu terus menerus melancarkan operasi di kota Mosul dengan bantuan tentara gerilyawan Kurdi, Peshmerga. Dalam menjalankan operasi pembebasan Mosul, Militer Iraq harus menjalankan dua pertempuran, yaitu di wilayah timur Mosul, yang sudah berhasil dikuasai lebih awal dan wilayah Barat, yang baru berhasil ditaklukkan beberapa hari yang lalu. Pertempuran tersebut harus dibagi dalam dua tahapan karena kondisi geografis kota Mosul yang dibelah sungai Tigris (Dajlah).
Usai membebaskan kota Mosul, pemerintah Iraq akan kembali menjalankan misinya untuk merebut kota lainnya yang masih dikuasai ISIS. Masih terdapat dua kota di Iraq yang dikuasai ISIS, yaitu kota Tal Afar dengan populasi 100.000 jiwa dan kota Hawija dengan populasi 115.000 jiwa. Adapun, satu kota di luar Iraq yang masih berada di bawah genggaman ISIS adalah kota Raqqa di Suriah yang memiliki populasi sebesar 200.000 jiwa.

Sejarah Mosul
Mosul sendiri dalam sejarah adalah salah satu kota yang cukup penting dalam perpolitikan Iraq. Kota terbesar kedua di Iraq ini dihuni kurang lebih 700.000 jiwa dengan lingkungan yang multikultural. Letaknya yang strategis karena dibelah oleh sungai Tigris membuat raja Assiriyah, Assurnasirpal II memilih Nimrud (Mosul di masa kini) sebagai ibu kota dari kerajaan yang luasnya mencakup wilayah Iraq hingga Mesir. Keberadaan sungai Tigris juga membuat Mosul menjadi daerah perlintasan yang menghubungkan wilayah Suriah dengan Iran dan Turki secara budaya dan ekonomis di masa lalu.
Usai dinasti Assiriyah hancur, kota Mosul tetap memegang peranan penting sebagai pusat perdagangan katun di Timur Tengah. Nama katun sendiri berasal dari kota Mosul, dimana nama tersebut merujuk pada kota Mosul, yang menjadi tempat pertama kali katun tersebut dibuat.
Tidak lama berselang, Mosul berhasil ditaklukan oleh Kesultanan Utsmaniyah Turki dan menjadi teritori mereka selama ratusan tahun hingga kesultanan Utsmaniyah runtuh. Usai keruntuhan Utsmaniyah di awal Abad 20, kota Mosul dimasukkan dalam wilayah Iraq melalui perjanjian Sykes-Picot antara Inggris dan Perancis.
Di era modern, Mosul juga menjadi kota strategis yang menjadi pusat pertempuran konflik domestik antara Arab dengan Kurdi, kota ini sendiri memang diklaim oleh kelompok Kurdi sebagai bagian dari wilayah mereka, bersama dengan wilayah kaya minyak, Kirkut. Selain Arab dan Kurdi, ketegangan antara Sunni dan Syiah juga kerap terjadi di kota ini, dimana 2/3 penduduk kota ini menganut Sunni.
Kota ini sendiri jatuh ke tangan ISIS pada bulan Juni 2014. Ditaklukkannya Mosul oleh ISIS merupakan kemenangan penting bagi ISIS, setelah sebelumnya berhasil menduduki kota Ramadi dan Fallujah. Penaklukkan ISIS terhadap kota Mosul dipimpin oleh Abu Abdulrahman Al-Bilawi yang berhasil mengalahkan pasukan Iraq di bawah pimpinan Letjen Mahdi Al-Gharrawi.
Akibat pendudukan ISIS ini, diperkirakan sebanyak 500.000 penduduk Mosul pergi meninggalkan kota ini. Di kota ini pula ISIS Mendeklarasikan kekhilafahan mereka dengan Abu Bakar Al-Baghdadi sebagai pimpinan mereka.
ISIS sendiri dikenal sangat kejam dan represif selama berkuasa di kota Mosul. Mereka dikenal dengan kekejamannya dalam membantai golongan minoritas seperti Syiah, Kurdi, Yazidi dan Kristen Iraq. Selain itu, ISIS juga dikenal karena memberlakukan aturan yang ketat bagi Wanita dalam berpakaian. Wanita dipaksa memakai pakaian Niqab yang menutupi tubuh dari kepala hingga tumit. Apabila terdapat pelanggaran dalam berpakaian, maka para prajurit ISIS tidak akan segan-segan membunuh mereka.
Kemudian dalam memerintah, ISIS menggunakan metode intimidasi dan penyiksaan bagi mereka yang dianggap melanggar hukum syariah. Menurut berbagai kesaksian, ISIS tidak segan-segan memotong tangan mereka yan kedapatan mencuri dan melempar pria yang ketahuan berzinah dari atas gedung.
Fuad, salah satu warga mengaku bahwa tentara ISIS datang ke rumahnya untuk mencari saudaranya yang dianggap melawan syariat. Namun, karena tidak berhasil menemukan saudaranya, pasukan ISIS tersebut justru memasukkan dirinya ke dalam penjara.
Mosul dibawah kekuasaan ISIS praktis menjelma sebagai penjara besar. ISIS menutup berbagai suplai makanan yang membuat banyak warga Mosul kelaparan. ISIS juga menghentikan kontruksi pembangunan dan menutup banyak sekolah. Banyak warga Mosul yang kemudian hidup dalam rasa frustasi karena tidak memiliki pekerjaan.
Menurut penuturuan Hisham, salah satu warga lokal kepada BBC, ia kehilangan pekerjaan dan dipaksa berhenti sekolah karena keduanya dianggap haram. Warga bahkan dilarang pergi keluar rumah, untuk sekedar piknik karena dianggap membuang-buang uang. Puncaknya, warga juga dipaksa menyisihkan gaji mereka untuk pembangunan kota.
Mau tidak mau, mereka harus mau untuk mengikuti perintah tersebut karena apabila menolak, mereka akan dihukum dengan penyiksaan berat. Tidak adanya pekerjaan juga membuat warga kaya hanya bisa emngandalkan tabungan, sementara mereka yang miskin hanya bisa mengandalkan mukjizat Tuhan.

Pasca Direbutnya Mosul
Dibebaskannya kota Mosul dari cengkraman ISIS adalah salah satu sinyal positif bagi warga Mosul. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya video di internet yang menunjukkan bagaimana bahagianya warga Mosul usai kota mereka dibebaskan dari ISIS.
Banyak warga mulai kembali menikmati kehidupan normal yang tidak pernah mereka dapatkan ketika ISIS berkuasa, seperti pergi ke restoran, berkumpul dengan keluarga dan teman atau sekedar keluar rumah.
Satu hal yang menjadi catatan penting. Direbutnya kota Mosul tidak berarti peperangan melawan ISIS dan terorisme berakhir. Kendati pimpinan ISIS, Al-Baghdadi dikabarkan tewas dalam pembebasan kota Mosul tersebut, namun pertempuran melawan kelompok ini diperkirakan masih akan terus berlanjut, mengingat ISIS masih menguasai beberapa kota, termasuk kota Raqqa di Suriah.
Terdesaknya ISIS usai kekalahan di Mosul juga diperkirakan akan membuat mereka semakin agresif untuk mempertahankan eksistensi mereka, terutama di wilayah di luar Arab. Bangkitnya ISIS hingga berhasil menguasai kota Mosul sendiri sebenarnya juga hanyalah puncak gunung es dari konflik sektarian yang berlangsung lama di Iraq.
Belkis Willie, peneliti senior tentang Iraq dari Human Rights Watch menyatakan bahwa sejak Saddam diturunkan tahun 2003, pasukan Iraq bentukan AS cenderung senang bertindak semena-mena terhadap kelompok sipil, terutama dari etnis Arab – Sunni.
Mereka sering menahan warga tanpa prosedur yang jelas, yang kemudian dilanjutkan dengan maraknya penghilangan paksa, penyiksaan dan pembunuhan terhadap etnis Arab Sunni. Berbagai tindak kriminal tersebut tidak diproses secara hukum. Hal ini menurut Belkis kemudian menjadi alasan mengapa banyak pemuda Arab Sunni memilih untuk bergabung dengan ISIS.
Keberhasilan ISIS menguasai Mosul sendiri juga tidak lepas dari dukungan warga Arab Sunni yang jumlahnya 2/3 dari total populasi Mosul. Di awal kedatangannya, warga Arab Sunni banyak menyambut ISIS karena dianggap akan membebaskan mereka dari pemerintah Iraq yang dianggap merepresi mereka.
Kedepannya, situasi ini jelas tidak bisa dibiarkan. Pemerintah Iraq harus mencari cara untuk menghentikan konflik yang sebenarnya berakar dari diskriminasi terhadap etnis Syiah dan Kurdi di era Saddam dan kemudian ketika Saddam turun, dibalaskan kepada warga Arab Sunni tersebut.
Langkah-langkah mediasi diperlukan agar luka konflik tidak melebar di masa depan. Karena konflik selama tiga tahun di kota Mosul sendiri sudah memberikan trauma tersendiri bagi warga Mosul yang tidak akan bisa pulih dalam waktu dekat. Sehingga, konflik yang lebih besar di masa depan harus bisa dihindari demi kebaikan warga Mosul pada khususnya, dan Iraq pada umumnya. (Kharizma Ahmada)

Baca Juga:

Internasional 5479606143831309972

Posting Komentar

emo-but-icon

Video Berita Haji

Populer

Terbaru

Iklan

item