Pattani Muasal Islam Nusantara
Babo Syihabuddin dan Habib Ali Yahya Penasaran pingin melihat Pattani, alam dan budayanya. Perjalanan dari Kuala Lumpur dengan bus mema...

http://www.keretawaktu.com/2016/07/pattani-muasal-islam-nusantara.html
Babo Syihabuddin dan Habib Ali Yahya |
Penasaran pingin melihat Pattani, alam dan
budayanya. Perjalanan dari Kuala Lumpur dengan bus memakan waktu sekitar 10
jam. Sampai di perbatasan Bukit Tanah Hitam, jam hampir menunjuk pukul 23.00.
Artinya, sebentar lagi imigrasi di perbatasan Thailand akan ditutup persis
pukul 23.00 Waktu Thailand atau pukul 24.00 waktu Malaysia.
Kami masuk wilayah yang semua tulisan dalam aksara
Siam. Karena formulir kedatangan wisatawan tertulis dalam bahasa Thai, maka
ramailah jasa penulisan isi formulir dengan tarip 2 RM atau jika menggunakan
mata uang Thai dikenakan 10 Baht.
Pemeriksaan terbilang cukup cepat meskipun hanya
ada dua loket yang melayani. Bahkan barang-barang juga tak diperiksa. Berbeda
jika masuk Malaysia, yang semua barang harus masuk pemeriksaan ketat. Tak semua
petugas imigasi Thailand menguasai bahasa Malaysia.
Sebuah pesantren di Pathani |
Sampai di perbatasan, sudah menunggu Baba Muhammad
Adam. Baba (dibaca babo) adalah istilah panggilan untuk seorang ulama, kiai.
Dia menjemput kami dari jarak perjalanan sekitar tiga jam dari Pattani. Ia
menjemput khusus kedatangan Lembaga Kajian Khazanah Nusantara (LKKN) yang
dipimpin Habib Ali bin Yahya.
Karena lapar, dan jam sudah menunjukkan hamper pukul
24.00, kami mampir di rumah makan muslim di Bukit Tanah Hitam. Tom Yam adalah
makanan sasaran kami yang taripnya sekitar 100 Baht, atau sekitar Rp 35.000.
Penjualnya muslim Thailand yang tak mengerti bahasa Melayu.
Malam itu kami langsung ke Had Yai, menginap di My
House Hotel. Dari Had Yai menuju Pattani masih memakan waktu sekitar satu jam
setengah lagi.
Bayangan mengerikan Pattani terhapus sudah. Jalanan
bagus dna mulus dan kendaraan mewah bersliweran di jalan. Wanita berjilbab
bebas melenggang. Mski ada jalanan yang dihambat aparat keamanan, namun tak
sedikitpun muncul lagi rasa takut. “Pattani aman,” kata Habib Ali bin Yahya, ulama
yang sering ke Patani.
Di Pattani kami langsung diterima Babo Abdullah, Pengasuh
Pondok Pesantren Pengajaran Islam atau Al-Ma’had Ad-Dirasah Islamiyah
Biratunahwu. Babo Abdullah adalah lulusan Universitas Ummul Qura, Mekah. Salah
satu anak Babo belajar di Universitas Muhammadiyah di Surabaya. Muridnya
mencapai sekitar 1.000 orang dan banyak murid dari daerah Malaysia.
Pesantren ini memang terkenal mempelajari ilmu alat
(Arab) semacam nahwu, sharaf, balaghah, dan lain sebagainya. Kata-kata itu
tertulis dalam bahasa Arab dan Thai. Tak ada aksara latin. Ada diskusi dan
perkenalan di sini sambil menikmati makan siang khas Pattani. Pesantren ini
juga menjadi tempat pertukaran pelajar dan guru dengan Malaysia dan Indonesia.
Babo Muhammad Adam dan tamunya |
Jejak Nusantara
Kemudian mengunjungi Masjid Muzhaffar Shah di Kresik
(Krue Se). Mereka menganggap masjid ini merupakan masjid pertama yang berdiri
di Asia Tenggara karena dibangun sekitar abad 15. Masjid yang dibiarkan dengan
bentuknya yang sederhana itu berdiri. Masjid ini menjadi monumen perlawanan Pattani.
Di depan mesjid itu ada gerobak pengangkut bom yang digunakan kesultanan Islam untuk
menghadang Bangkok. Maulana Malik Ibrahim dulu pernah lama di sini baik sebagai
pengajar dan juga santri.
Giliran Baba Muhammad Adam menjamu kami makan malam
di Pesantren Nurul Ilmi. Pesantren ini diasuh Baba serta anaknya yang masih
belajar di pesantren Habib Umar bin Hafidz di Tarim, Yaman. Muridnya sekitar 60
orang. Bentuk pesantrennya sederhana dalam bentuk rumah panggung. Para santri
mengenakan jubah putih dan surban melilit di kepala mereka.
Tentu, hal ini mengingatkan pada pesantren Pattani
abad-abad lampau, serta para ulamanya. Ulama Thailand, Baba Ali Matih pernah menjelaskan
bahwa Indonesia memiliki hubungan panjang dengan Thailand terkait dengan
sejarah Islam di Nusantara. Bahkan, ia mengatakan bahwa salah satu Wali Songo
Malulana Malik Ibrahim adalah orang Kresik, Pattani. “Sunan Gresik dari
Surabaya gurunya di Kresik, Pattani (Thailand), namanya Syekh Said Al Basisa.
Makamnya masih di sana,” kata Ali Matih saat ikut menghadiri International
Summit of the Moderate Islamic Leaders (Isomil) yang diselenggarakan PBNU Mei
2016 lalu.
Ia menduga bahwa nama Gresik yang ada di Indonesia diambil
dari Kresik yang bertautan dengan perjalanan hidup Malik Ibrahim demi
mengenangkan tanah airnya. Ia jelaskan juga, banyak orang Pattani yang pindah ke Indonesia
setelah kaum muslim dikalahkan Kerajaan Siam. “Ke Demak, ke Kudus, ke Aceh, dan
wilayah-wilayah lainnya,” terangnya.
“Pahlawan yang hebat asal Aceh Cut Nyak Dien
ayahnya juga berasal dari Kresik Pattani,” lanjutnya. Pengurus Cabang Istimewa
Nahdlatul Ulama (PCINU) Thailand ini. Ia berharap hubungan yang sudah lama
terjalin antara Indonesia dan Thailand tersebut bisa terus dijaga dan diperkuat
ke depannya dengan melakukan beberapa kerja sama. “Diantaranya satu memberikan
beasiswa kepada pelajar-pelajar Pattani atau Thailand Selatan untuk belajar di
Indonesia,” katanya. Juga saling kunjung agar semakin mempererat hubungan antar
kaum muslimin.
Santri Pathani |
Ulama-ulama Pattani yang cukup terkenal dengan
karya-karyanya antara lain Syaikh Daud bin Abdullah al-Fathani, Syaikh Zainal
Abidin bin Muhammad al-Fathani, Syaikh Muhammad bin Ismail al-Fathani, Syaikh
Ahmad bin Muhammad Zain al-Fathani dan beberapa nama lain. Bahkan dari Pattani
kemudian menyebar ulama ke Nusantara.
Kedatangan orang Patani ke Betawi terbawa keinginan
untuk membantu Sunan Gunung Jati (Syarif Hidayatullah) yang putera Sultan
‘Umdatuddin bin Sayid Ali Nurul Alam, Sultan Pattani. Sunan Gunung Jati berhasil
menguasai Sunda Kelapa itu pada 21 Jun 1527 M. Sejak itu, banyak Pattani yang
hijrah ke Indonesia. Keturunan Syaikh Daud bin Abdullah al-Malikul Mubin yang
bernama Wan Bagus membuka kampung yang diberi nama Kampung Melayu di Betawi pada
tahun 1656 M. Generasi terakhir ulama Patani yang terkenal di Betawi ialah Kiai
Ahmad al-Marzuqi al-Fathani al-Batawi yang wafat tahun 1934.
Perang penalukkan oleh Thailand, maka dalam tahun
1602-1632 terjadi banyak pelarian Pattani ke Nusantara. Datuk Maharajalela,
yang nama sebenarnya ialah Faqih Ali bersama dua anak saudaranya, Paduka Raja
dan Puteri Senapati hijrah ke Gowa. Ia
disambut Raja Gowa Mangarangi Daeng Marabbia.
Sekitar tahun 1760-an M, penduduk Kuala Mempawah,
Tanjung Mempawah dan kampung-kampung sekitarnya dikejutkan kedatangan sekitar
40 perahu besar yang mengangkut antara lain dua orang ulama, Sheikh Ali bin
Faqih al-Fathani dan Sheikh Abdul Jalil al-Fathani.
Para Imam Masjid se Pathani menyiapkan Ramadhan |
Sheikh Abdul Jalil al-Fathani meneruskan penyebaran
Islam ke Sambas. Adapun Sheikh Ali tinggal di Kampung Tanjung, Mempawah yang
kemudian diangkat menjadi mufti menggantikan Habib Husein Algadri tahun 1770. Merekalah
yang kemudian banyak mendirikan pesantren dengan mengacu pada pesantren di
Pattani.
Tradisi pesantren di Pattani sangat tua yang
kemudian mewaris ke Nusantara. Pattani dan Kedah adalah serumpun yang dulu
dalam tenda besar negara yang sama. Namun, kemudian sejarah mengubahnya. Dalam
perjalanan sejarah kemudian, pesantren Pattani mengalami kemerosotan jumlah, meskipun
para ulamanya tetap mengupayakan terjaganya mutu pendidikan itu.
Sejak tahun 1961 pesantren di Pattani sebagian
besar melebur menjadi sekolah ketika Thailand dipimpin oleh PM. Sarith
Thanarath. Pemerintah Thailand mengeluarkan undang-undang yang mewajibkan semua
institusi pendidikan melakukan registrasi secara resmi. Tak hanya registrasi
pondok juga diharuskan menerapkan kurikulum pemerintah, mengganti nama menjadi
sekolah rakyat dan mewajibkan penggunaan bahasa Siam. Pemerintah mengirim guru
bahasa Siam. Bagi yang patuh mendapat kucuran dana. Tahun pun juga menggunakan
tahun Thai.
Karena itu terjadi asimilasi besar-besaran pada
bangsa dan Budaya Melayu menjadi bangsa Thai. Tercatat sampai pada tahun 1971
sebanyak 426 pondok di Patani telah melakukan registrasi dan menukar nama
pondok dengan nama sekolah rakyat. Meski demikian ada beberapa pondok yang
mempertahankan jatidirinya dan mempertahankan identitas Islam dan Melayu dengan
konsekwensi tak dibantu.
Memang, sejak 2004, banyak pula pondok yang ditutup
oleh pemerintah. Misalnya, pondok Tuan
Guru Haji Sulong al-Fatani yang bernama Madrasah Al-Ma’arif al-Wataniyah yang
didirikan tahun 1950. Dari tahun 2004 sampai hari ini, sekurang kurangnya ada
tiga pondok besar yang ditutup oleh pemerintah Thailand. Pondok Jihad Witaya di
daerah Jering wilayah Patani, ditutup pada tahun 2006. Pondok Jalaludin di
Sebaya di wilayah Songkhla ditutup pada bulan Maret 2007. Terakhir Pondok
ad-Dirasat al-Islamiyah, Sepong di wilayah Narathiwat pada bulan Juni 2007.
Namun, lambat laun, karena juga tekanan
international, sikap Bangkok berubah menghadapi tiga propinsi Pattani, Yala dan
Narathiwat. Pemerintah Bangkok lebih banyak merangkul dan membina. Sementara
umat Islam melakukan adaptasi untuk menjadi warga Thai, meski berbeda agama dan
berjuang melalui budaya.
Wilayah Pattani semula adalah Kesultanan Melayu
Darul Makrif yang sejak tahun 1785 ditaklukkan Kerajaan Siam. Perang tak
berkesudahan dan perlawanan terakhir tahun 2004. Pattani yang semula wilayah
besar kemudian dipecah menjadi tiga: Yala, Sokhkla, dan Narathiwath. Berpenduduk
sekitar 600.000 jiwa termasuk sepi dengan luas wilayah sekitar 1,940.4 km2 atau 749.2 mil persegi.
Wadah Muslim
Maka kemudian berdirilah Majelis Agama Islam (MAI)
yang berdiri tahun 2483 (Thai) atau tahun 1940 M. Pimpinan pertama adalah ulama
kharismatik dan qadli Syar’i Pattani Tuan Guru HM Sulung bin H. Abdul Kadir Tuk
Mina. Tahun 1945 dikembangkan ke empat wilayah lainnya.
Tugas MAI adalah menjadi wadah umat Islam pengurusan
hal ihwal kemasjidan, memberi fatwa dan nasehat terhadap badan negara serta
umat islam. Menjadi badan hukum dalam mewujudkan masyarakat ilmuan, berakhlak,
berpendirian, bersatu, memiliki kekuatan menegakkan keadilan dan mencapai
kemakmuran. MAI menjadi badan penghubung antara negara dan masyarakat di dalam
dan luar negeri dalam mewujudkan kerjasama maupun membawa kepentingan bersama
untuk umat Islam. MAI juga memelihara dan melestarikan hasil budaya setempat
yang tidak bertentan dangan dengan Islam.
H. Sulung wafat jabatan kemudian digantian H. Abdul
Aziz H. Senik, kemudian H.M. Amin Tuk Mina, H. Yusof Wab Muso, dan H. Abul
Wahab bin H. Abdul Wahab yang menjabat hingga tahun 2553 atau 2010.
Ketua MAI Pattani priode tahun 2554-2560
(2011-2017) ini adalah Yangdipertua H. Abdurrahman
bin Daud yang sempat menyambut kami sebentar. Ia tak bisa menyambut lama karena
ia tengah mengadakan penyambutan Ramadhan yang diikuti sekitar 2.000 imam dari
sekitar 700 masjid se Pattani. Karena itu ia menugaskan Baba H. Syihabuddin bin
Walong, Ketua Bidang Pendidikan MAI yang lulusan Darul Ulum Mekah dan Al-Azhar
Mesir.
Pimpinan MAI dipilih oleh para imam masjid di wilayah
Pattani. Mereka memilih 30 orang ulama. Dari 30 ulama pilihan ini kemudian
memilih beberapa orang untuk menempati sejumlah jabatan. Ada tujuh orang
ketua. Dua orang sekretaris dan dua
orang bendahara. Sisanya menjadi anggota.
Dalam pertemuan itu Shihabuddin menyampaikan
program dan aktifitas majelis, terutama yang menyangkut urusan kaum muslimin di
Pattani, mulai dari advokasi, catat mencatat urusan perdata hingga melayani
warga Thailand yang akan mau masuk agama Islam, yang selalu ada.
Dalam undang-undang dijelaskan bahwa MAI memiliki
fungsi pertama sebagai waliyul amri qadli syar’i atau penasehat mufti hukum
agama Islam kepada msyarakat Pattani. Kedua sebagai badan syar’i dan fatwa.
Dalam wilayah ini termasuk soal rumah tangga, pernikahan, zakat dan lain
sebagainya. Ketiga, pengurusan masjid. Keempat, pendidikan dan pengajaran.
Kelima, badan perhubungan dan kemasyarakatan. Keenam, badan keuangan dan
ekonomi.
MAI memperoleh dana dari sumbangan masyarakat an
juga bantuan pemerintah. Kantor MAI cukup bagus berlantai empat dan semua
dilengkapi pendingin dan wifi.
Dari sana, kami sudah ditunggu di markas tentara
Pattani Thailand oleh komandan Jendral Pra Karn (panglima terotorial Thailand
Selatan) dan Kolonel Chachapol Swasongshot (panglima teritorial wilayah
Pattani) yang telah masuk Islam dan berganti nama menjadi Muhammad Hasan. Di
sini diperlihatkan cara simpatik menangani kekerasan. Pelakunya tidak ditahan
dan dipenjara namun justru dibina. Hal ini berhasil. Kini tengah dibangun
masjid di komplek tentara itu.
“Kami menjadikan muslim bersaudara dan hidup damai
di sini. Bahkan jika ada pemberontak kami tidak memenjarakannya, justru kami
bina bersama dengan kaum muslimin lainnya. Setelah insaf kami bebaskan seperti
warga lainnya. Kami tidak memperlakukan mereka musuh. Kami tidak memenjarakan,
sebab, tindakan itu hanya akan memelihara permusuhan dan ketegangan,” kata
Kolonel Hasan.
Uniknya, di markas ini terdapat foto dalam spanduk
besar ulama panutan asal Yaman Habib
Umar bin Hafidz yang sangat akrab di wilayah ini. Menurut Baba Adam, beberapa
jenderal Thailand sering datang ke Yaman dan Habib Umar menjadi tamu kehormatan
di Thailand dan Pattani.
Ulama Palembang
Usai mengunjungi markas tentara, kami kemudian meluncur
menuju area makam Syaikh Abdul Samad Al-Falimbani yang berjarak sekitar 30
kilometer dari kota. Letak makam itu tepatnya di antara Kampung
Sekom dengan Cenak, kawasan Tiba,
Pattani Utara.
Di area ini nampak hanya satu makam. Awalnya tanah
ini milik warga beragama Buddha, namun kini telah menjadi milik umat Islam setelah
dibeli dengan gotong royong. Makam ini
dipastikan melalui kajian dan penelitian detil. Pada jalan utama menuju makam,
terdapat tiga bendera: RI, Malaysia dan Thailand. (Lihat Muthalaah)
Di tanah ini nantinya juga akan dibangun pondok
pesantren Asean yang diberi nama Pondok Pesantren Hidayatus Salikin, mengambil
nama salah satu kitab karya Syaikh Andus Samad Al-Falimbani. (MH)
alhamdulillaaaaaah.. saya jg dr palembang. mhn doa agar bisa meniru kebaikan2 syekhuna abdussomad
BalasHapusalhamdulillaaaaaah.. saya jg dr palembang. mhn doa agar bisa meniru kebaikan2 syekhuna abdussomad
BalasHapusMasyaAllah tulisan ini 2016 , alhamdulillah saya dan keluarga ijut habib ali tahun 2018 melihat dan mempelajari jejak islam di thailand
BalasHapus