Ali dan Angin Segar Muslim AS

Pemakaman Mohammad Ali Untuk pertama kalinya seluruh televisi Amerika Serikat menayangkan upacara Islam selama empat jam lebih, yaitu s...

Pemakaman Mohammad Ali
Untuk pertama kalinya seluruh televisi Amerika Serikat menayangkan upacara Islam selama empat jam lebih, yaitu saat proses pemakaman petinju legendaris Muhammad Ali. Keindahan bacaan ayat suci Al-Quran mencengangkan publik Amerika. Islam adalah bagian dari AS juga.


Memang, dunia, terutama tinju pressional kehilangan sosok legendarisnya yang menjadikan tinju olahraga bergengsi. Ali yang pernah menjadi juara tinju kelas dunia pada tahun 1964 meninggal pada tanggal 3 Juni 2016 di Scottsdale, Arizona, Amerika Serikat. Kepergian Ali tidak hanya ditangisi oleh umat muslim dan warga kulit hitam Amerika Serikat. Namun, seluruh warga dunia tanpa memandang agama, ras dan warga negara.
Muhammad Ali lahir di kota Louisville, Kentucky pada tahun 1942 dengan nama Cassius Clay. Ali kecil lahir di wilayah AS bagian Selatan, yang terkenal dengan segregasi sosial yang tinggi. Ketertarikan Ali kepada dunia tinju dimulai pada usia 12 tahun. Dimana, hal itu bermula dari sepedanya yang dicuri dan ia menceritakan hal tersebut kepada Joe Martin, salah satu petugas kepolisian yang memiliki sasana tinju dan kemudian melatihnya. Dua tahun setelah Ali dilatih oleh Joe Martin, Ali berhasil memenangkan turnamen Golden Gloves nasional untuk pemula tahun 1956 untuk pemula di kelas berat ringan. Prestasi luar biasa Ali ini kemudian mengantar Ali untuk ikut berpartisipasi dalam Olimpiade Roma 1960 dan metaih emas.
Kemenangan Ali atas petinju Polandia, Zbigniew Pietrzkowski kemudian mengantarnya mendapat gelar “American Hero” dan menjadikannya petinju professional. Dengan dukungan Louisville Sponsor Group, Muhammad Ali kemudian mulai menunjukkan taringnya di ring tinju professional dengan mengalahkan juara kelas berat asal Inggris, Henry Cooper pada tahun 1963 dan mengalahkan Sonny Liston pada tahun 1964. Kemenangan atas Liston menjadikan Ali sebagai juara dunia kelas berat.
Pada tahun yang sama, Muhammad Ali juga menyatakan memeluk agama Islam, ia juga bergabung dengan kelompok persaudaraan muslim kulit hitam, Nation of Islam pada tahun 1964. Namanya berubah menjadi Muhammad Ali. Alasannya? Nama lama adalah nama peninggalan perbudakan sedangkan nama Muhammad dipilih karena seperti nama junjungan besar Nabi Muhammad SAW serta nama Muhammad Ali juga berarti orang yang disayangi oleh Tuhan.
Pada tahun 1966, Muhammad Ali menolak untuk ditugaskan dalam perang Vietnam. Penolakan Ali dilandasi pemikiran bahwa agama Islam melarangnya untuk terjun perang dan membunuh orang tidak bersalah. Ia juga menyatakan bahwa ia tidak bisa pergi 10.000 mil dari kampung halamannya untuk mengebom orang berkulit coklat di Vietnam sementara orang berkulit coklat di Louisville diperlakukan seperti anjing dan hak asasi mereka ditolak. Penolakan terhadap perang Vietnam ini kemudian membuat Muhammad Ali ditangkap oleh pemerintah AS dengan tuduhan pelanggaran hukum pelayanan selektif dan dihukum penjara lima tahun pada bulan Juni 1967, namun ia masih tetap bebas sembari melayangkan banding atas hukumannya. Selain dihukum penjara, lisensi tinju Ali pun juga ikut dicabut.
Namun, hukuman tersebut akhirnya dicabut pada tahun 1971 atau empat tahun setelah Ali dinyatakan bersalah. Namun, pada tahun 1970, Ali sempat terlebih dahulu turun ke ring tinju mengalahkan Jerry Quarry. Setahun kemudian Ali turun dalam pertarungan bertajuk “Fight of the Century” menghadapi Joe Frazier. Dalam pertarungan ini, Frazier mengalahkan Ali melalui poin dari para juri, kekalahan dari Frazier ini menjadi kekalahan professional pertama Ali setelah memenangkan 31 pertarungan. Usai kekalahan ini, Ali juga mengalami kekalahan selanjutnya dari Ken Norton, sebelum kembali menang dalam pertarungan ulang menghadapi Joe Frazier tahun 1974.
Pertarungan legendaris Ali lainnya adalah menghadapi juara kelas berat yang tidak terkalahkan, George Foreman pada tahun 1974 di Kinshasa, Zaire. Dalam pertarungan yang disponsori oleh dictator Zaire, Mobutu Sese Seko dan dijuluki “Rumble in the Jungle” tersebut, Ali berhasil membungkam para kritikus dengan mengalahkan Foreman. Usai mengalahkan Foreman, Ali kembali bertarung menghadapi Frazier di Quezon City, Filipina tahun 1975. Dalam pertarungan yang berlangsung ketat tersebut, Ali berhasil keluar sebagai pemenang.
Ali kemudian kembali kehilangan gelarnya saat kalah dari Leon Spinks pada bulan Februari 1978 setelah kembali merebut gelar tersebut pada bulan September di tahun yang sama. Kemenangan ini menjadikan Ali sebagai petinju pertama yang berhasil menjadi juara tinju kelas berat tiga kali berturut-turut. Namun ia harus kembali kehilangan gelarnya pada tahun 1980 setelah kalah dari Larry Holmes. Kekalahannya menghadapi Trevor Berbick pada tahun 1981 menjadi pertandingan terakhir Ali di ring tinju.
Seusai pensiun, Ali divonis menderita penyakit Parkinson, sebuah penyakit kondisi neurologi degeneratif,  pada tahun 1984. Muhammad Ali kemudian juga aktif terlibat dalam berbagai aksi penggalangan dana untuk yayasan yang ia dirikan, Muhammad Ali Parkinson Center di kota Phoenix, AZ, AS. Di masa-masa pensiunnya, Muhammad Ali juga sempat dianugerahi penghargaan Atlet Abad ini oleh BBC pada tahun 1999.
Di luar ring tinju, Muhammad Ali dikenal sebagai muslim yang taat dan memiliki pengaruh besar dalam mempengaruhi kehidupan sosial di Amerika Serikat. Ibrahim Hooper, juru bicara Council on American – Islamic Relations (CAIR) mengungkapkan bahwa Ali adalah symbol Islam di Amerika dan dalam kerangka yang positif. Disaat nama Islam selalu dihubungkan dengan hal negative, nama Muhammad Ali selalu menjadi sesuatu yang membalikkan citra negative tersebut karena warisannya. Sherman Jackson, salah satu cendekiawan Muslim Afrika Amerika juga mengungkapkan bahwa Ali telah menciptakan cara baru dalam menciptakan keberanian sebagai seorang kulit hitam di AS, keberanian tersebut juag dipadukan dengan kepercayaan dan religious.
Muhammad Ali juga dikenal sebagai muslim yang toleran dan menghargai umat beragama lain. Imam Said Zhakir, salah satu pendiri Zaytuna College, universitas muslim liberal pertama di AS, menyatakan bahwa Ali menyadari bahwa di titik nadir sejarah manusia dan ketika agama sering diserang, maka kita perlu kritikal massal melalui energi moral dan spiritual untuk mengatasi hambatan yang ada dan dalam mengatasi hambatan ini, peran dari agama selain Islam juga dibutuhkan. Ali juga menentang aksi terorisme dalam menabrakkan pesawat ke gedung WTC tahun 2001. Ia menyatakan bahwa Islam adalah agama yang damai serta pembunuhan dan kekerasan atas nama Islam adalah sesuatu yang salah. Ia juga menentang penggunaan Islam untuk agenda kepentingan individu.seperti yang diteriakkan oleh Donald Trump kala meluncurkan wacana melarang Muslim memasuki Amerika Serikat pada bulan Desember 2015.
Karena itu, kepergian Ali pada tanggal 3 Juni 2016 pada usia 74 tahun mengundang simpati dan ucapan duka cita dari berbagai kalangan. Pemakaman Muhammad Ali pada tanggal 10 Juni 2016 juga dihadiri oleh berbagai publik figur, termasuk mantan presiden AS Bill Clinton. Pemakamannya yang dilangsungkan secara islami dihadiri 14.000 orang dari berbagai penjuru negeri untuk memberikan penghormatan terakhir kepada sang legenda yang terkenal dengan ucapannya “float like a butterfly, sting like a bee.”

ISLAM DI AMERIKA SERIKAT
Kepergian Ali juga bertepatan dengan momentum Pemilihan Presiden AS. Calon presiden AS dari partai Republik, Donald Trump pernah menyatakan bahwa ia akan melarang umat Muslim masuk ke Amerika Serikat pada bulan Desember 2015.  Ucapan dari Trump ini kemudian diamini oleh pendukungnya yang menolak umat Muslim dan warga Hispanik untuk memasuki Amerika Serikat. Kebangkitan ISIS dan serangan yang dilancarkan pendukung ISIS di Paris seakan menigkatkan kebencian terhadap umat muslim di AS.

Saat ini, menurut penelitian Pew Research, terdapat 3,3 juta umat Muslim dari berbagai usia yang tinggal di AS pada tahun 2015. Jumlah ini meningkat karena berbagai faktor, faktor utamanya adalah masuknya imigran dari berbagai negara ke Amerika Serikat. 10 persen dari seluruh imigran legal yang masuk ke AS adalah Muslim, hal ini belum termasuk untuk ilegal imigran. Faktor lainnya adalah warga muslim di AS cenderung lebih senang memiliki anak dengan jumlah yang banyak dibandingkan warga non-Muslim serta banyaknya warga Amerika Serikat yang menjadi mu’alaf. Sehingga Pew Research memproyeksikan pada tahun 2050 akan terdapat sebanyak 8,1 juta Muslim di Amerika Serikat dan 2,1 persen dari jumlah penduduk AS secara keseluruhan.
Umat Islam sendiri sudah berada di Amerika Serikat sejak sekitar 400 tahun yang lalu, dimana terdapat dugaan bahwa terdapat beberapa pelaut muslim yang ikut dengan Christopher Columbus dan kemudian menetap di Amerika Serikat. Kedatangan para budak Afrika ke benua Amerika juga menjadi momentum perkenalan Muslim dengan Amerika Serikat, dimana para akademisi yakin 1/3 budak yang didatangkan dari Afrika adalah beragama Islam. Kendati para budak tersebut dilarang mempraktikkan ajaran agamanya dan harus mengikuti keyakinan dari pemilik mereka.
Gelombang signifikan dalam perkembangan Islam di Amerika Serikat adalah pada abad 19 hingga tahun 1920-an ketika gelombang imigran dari negara Arab, kebanyakan Libanon dan Suriah tiba di Amerika Serikat. Kendati 90 persen imigran tersebut beragama Nasrani, namun komunitas Islam kemudian mulai ikut berkembang dan terkonsentrasi di daerah Midwest. Hal ini kemudian ditindaklanjuti dengan pembangunan masjid di kota New York pada tahun 1893 oleh Mohammed Alexander Russell Webb, salah satu orang Amerika pertama yang menjadi mualaf. Hal ini kemudian dilanjutkan dengan pembangunan masjid secara fisik pertama untuk pelayanan warga di kota Ross, North Dakota pada tahun 1929.
Dalam perjalanannya kemudian, Islam tumbuh berkembang dengan  cukup pesat di AS. Hingga akhirnya terjadinya peristiwa 11 September yang menjadi titik balik kehidupan umat Muslim di AS. Banyak umat Muslim yang mengalami diskriminasi pasca kejadian itu. Akan tetapi, beberapa sumber juga menyebutkan bahwa populasi umat Islam di AS justru bertambah setelah kejadian itu; banyak warga AS yang kemudian memilih mempelajari Islam dan kemudian cukup banyak dari mereka yang memilih masuk Islam.
Saat ini, kondisi umat Muslim di AS kembali didiskreditkan oleh berbagai kalangan. Peristiwa di Paris ditambah peristwia bom Boston tahun 2013 dan penembakan di San Bernardino membuat banyak pihak merasa khawatir dengan perkembangan umat Islam di AS. Donald Trump, kandidat presiden dari partai Republik selain mengutarakan wacana melarang umat Muslim masuk ke AS, juga menginginkan seluruh umat Islam di AS untuk didata ulang. Peristwia penembakan di Orlando beberapa hari setelah pemakaman Ali yang dilakukan simpatisan ISIS menambah stigma buruk Muslim sebagai teroris, walau yang terakhir sebenarnya lebih dikategorikan sebagai hate-crime.
Masuknya imigran dari Timur Tengah, terutama Suriah juga menimbulkan kekhawatiran tersendiri bagi penduduk AS, terutama mereka yang konservatif. Mereka khawatir kehadiran ISIS yang menyusup. Ada pula kekhawatiran meningkatnya jumlah imigran Muslim di AS akan membuat mereka kehilangan pekerjaan, layaknya kekhawatiran mereka akan kehadiran imigran Hispanik.

Karena itu, momentum kepergian Muhammad Ali, seorang Muslim yang taat sekaligus menampilkan citra toleran diharapkan mampu menjadi penghubung kembali antara Muslim dengan warga Amerika. Penolakan Ali atas ucapan Trump juga dapat dijadikan momentum bagi warga Amerika Serikat untuk tidak memilih pemimpin yang menggunakan Islam dan Hispanik sebagai bagian dari propaganda mencapai tujuannya. Momentum kepergian Ali juga harus bisa dijadikan momentum menunjukkan Islam sebagai agama yang cinta damai dan menghormati sesama manusia. (Kharisma Ahmada)

Baca Juga:

Internasional 6690057800085324035

Posting Komentar

emo-but-icon

Video Berita Haji

Populer

Terbaru

Iklan

item