Melagukan Al-Quran Tidak Dilarang
Seorang Qariah di pentas MTQ Jakarta (KW-News). Akhir-akhir ini muncul fatwa-fatwa atau pend a pat ulama yang membingungkan umat. Antar...

http://www.keretawaktu.com/2013/09/melagukan-al-quran-tidak-dilarang.html
![]() |
Seorang Qariah di pentas MTQ |
Jakarta
(KW-News). Akhir-akhir ini muncul fatwa-fatwa atau pendapat
ulama yang membingungkan umat. Antara lain, fatwa atau pendapat yang
menyatakan bahwa membaca Al-Quran dengan lagu adalah haram dan
bid'ah.
Tentu saja, pernyataan ini disanggah sejumlah ulama ahli
Al-Quran.
“Orang
yang berpendapat
seperti itu adalah
bodoh (jahil) dan pandir (ahmaq),” kata Dr. Syaikh Samih Assaminah,
ulama asal Yordania yang hadir khusus dalam Musabaqah Tilawatil Quran
International Kedua yang diikuti 21 negara dan berlangsung di Masjid
Istiqlal, Jakarta sejak 11 September hingga 14
September 2013
mendatang.
Pernyataan
Samih dikemukakan dalam seminar usai
salat Jumat, 13 September kemarin
yang diselenggarakan Ikatan Persaudaraan Qari-Qariah
dan Hafiz-Hafidzah
(IPQAH), berkenaan dengan
MTQ
International
itu.
Seminar yang bertajuk 'Stategi
Al-Quran dalam Menghadapi Kebudayaan Global'
itu juga mengundang pembicara
ulama ahli Al-Quran yang lain, Dr
Rashid Hasan dari Uni Emirat Arab dan Dr. Taufiq Ibrahim Damrah dari
Yordania. Sementara dari Indonesia berbicara Prof. Dr. Said Agil
Husin Almunawwar, MA, mantan Menteri Agama RI yang juga Ketua Umum
DPP IPQAH.
Dr.
Samih menjelaskan, bahwa keindahan bahasa Al-Quran membuat orang tak
terasa kemudian melagukan Al-Quran. “Irama Al-Quran itu sudah
menyatu dalam Al-Quran,” katanya. Jika tidak, mengapa Rasulullah
sampai bersabda: “Bukan dari golonganku seseorang yang tidak
melagukan Al-Quran.” Dalan kaitan lain, Rasulullah pernah memuji
suara dan keindahan bacaan Abu Musa Al-Asy'ari dengan komentarnya
yang sangat terkenal. “Engkau telah diberi suara merdu seperti yang
diberikan Allah kepada keluarga Daud.”
Hanya
beberapa ulama Al-Quran kemudian yang memberi nama irama dan
lagu-lagu Al-Quran dengan istilah nagham, tarannum, atau maqamat.
Dari sini kemudian lahir penetapan ulama atas lagu tertentu sebagai
irama Hijaz, Ros, Bayat, Nahwand, Jiharka dan lain sebagainya.
Hal
yang sama, menurut Samih, munculnya ilmu 'Arudl (tentang syair). Dulu
orang Arab menulis syair begitu saja dengan mengindahkan bentuk
bahar. Setelah Imam Al-Khalil dan Imam Al-Farahidi membaginya,
tertetapkan nama bahar Hijaz, bahar Thawil, bahar Basith, bahar Rajaz
dan lain sebagainya. “Hal yang sama dengan nahwu yang muncul
kemudian dan berkembang di tangan Imam Syibawaih, yang bukan berarti
kita menolak ilmu-ilmu itu karena tak sesuai dengan tuntunan agama.”
Menurut
Samih, Imam Syafi'i mutlak membolehkan membaca Al-Quran dengan lagu.
Demikian juga ulama-ulama yang lain. “Jadi, hukum membaca Al-Quran
dengan maqamat adalah boleh sepanjang ia membacanya sesuai dengan
ayat yang diturunkan (bisyarthin an yuqraal Quranu kama unzila.)”
Karena
itu, menurut Dr, Samih, para penghafal Al-Quran dan ahli Al-Quran
yang lain jangan terpengaruh dengan pendapat itu. “Bacalah Al-Quran
dengan seindah-seindah bacaan sebagai lambang kecintaan kita kepada
Al-Quran,” katanya.
Sementara
Wakil Menteri Agama Prof. Dr. Nasaruddin Umar, MA yang juga Rektor
PTIQ meminta para ahli Al-Quran agar memelopori akhlak bangsa ini
dengan jiwa Al-Quran. “Orang-orang di Barat sekarang ini mulai
bergairah mencari sesuatu dalam Al-Quran dan itukah yang harus kita
temukan dan kembangkan,” katanya. (Musthafa Helmy)