Suka Duka Umrah Seorang Waria

Maryani saat di Imigrasi (The Jakarta Post) Jakarta (KW-News). Tahun 2003 seorang jemaah haji asal Makassar ditangkap aparat imigrasi di...

Maryani saat di Imigrasi (The Jakarta Post)
Jakarta (KW-News). Tahun 2003 seorang jemaah haji asal Makassar ditangkap aparat imigrasi di Jeddah. Masalahnya, nama dan jenus kelamin yang tertera dalam paspor tercantum sebagai laki-laki namun penampilan saat menunaikan haji mengenakan busana wanita. Jemaah tersebut akhirnya ditahan. Pemerintah Indonesia turun tangan.
Jemaah tersebut keluar dari tahanan imigrasi Jeddah dan harus mengenakan busana ihram lakilaki. Tapi, ia rikuh mengenakan busana Iaki-laki itu karena ia sudah melakukan operasi dada. Yang menjadi masalah juga, jemaah lainnya pada kloter yang sama. Jemaah wanita tak mau dikumpukan sekamar dengannya karena dia laki-laki, sementara jemaah laki-laki sangat terganggu dengan penampilan fisiknya. Akhirnya ia gtinggal bersama tim medis kloter tersebut.
Kasus waria Makassar ini, ternyata juga menimpa Maryani, seorang wanita transgender yang tinggal di Yogyakarta. Tiba-tiba ia ingin umrah. Waria berusia 53 tahun ini mengalami kesulitan mendaftar karena ketidakjelasan jenis kelamin. Menurut The Jakarta Post edisi 5 Juli lalu, banyak agen perjalanan menolak permohonannya. "Mereka mengatakan bahwa beberapa jemaah lain yang akan mengambil perjalanan takut dan tidak nyaman ada waria dalam rombongan mereka," kata Maryani, yang populer sebagai bu Mar atau mbak Marshe.
Namun, pada akhirnya, mimpi Maryani umrah mennjadi kenhyataan. Dia terbang ke Mekkah pada 26 April dan kembali tanggal 5 Mei dan melakukan semua rukun umrah sebagai seorang wanita yang tertutup dari kepala sampai kaki. Sebab, dalam KTP, disebutkan Maryani sebagai seorang wanita. "Di tanah suci, mereka tidak membedakan antara waria, seorang pria sejati atau wanita sejati. Ada tidak ada masalah. Aku mengenakan mukena dan pergi ke masjid Haram dan Mekkah dan Madinah," katanya.
Maryani mendapat perhatian dunia sejak tahun 2008, ketika ia mengubah rumahnya di gang kecil di dusun Notoyudan, Yogyakarta sebagai tempat perempuan transgender mempelajari Islam. Rully, manajer program untuk Organisasi Yogyakarta Transgender Perempuan (Kebaya), mengatakan bahwa perjalanan Maryani ke Arab Saudi memiliki arti penting bagi anggota Kebaya.
"Telah ada stigma bahwa orang-orang transgender yang identik dengan orang-orang yang tidak memiliki moral," kata Rully. "Ziarah Maryani menunjukkan bahwa ada waria yang religius dan yang memiliki spiritualitas yang baik."
Memang, semua itu menjadi mulus karena tertolong KTP Maryani. "Aku tidak pernah menyembunyikan fakta bahwa aku waria. Aku tidak meminta status perempuan di KTP saya," katanya. Seorang kepala desa di Yogyakarta di mana Maryani tinggal menawarkan kartu mengidentifikasi dirinya sebagai seorang wanita. Dari sanalah ia mendapatkan paspor dengan daftar jenis kelaminnya sebagai perempuan. Fleksibilitas kepala desa Maryani itulah yang memungkinkannya untuk melakukan ritual keagamaan sebagai seorang wanita.
"Aku diberi KTP perempuan dan aku berterima kasih untuk itu. Tapi aku tidak mengklaim bahwa aku seorang wanita. Jika ada status perempuan, laki-laki atau transgender orang, saya akan memilih transgender," katanya. "Bisakah Indonesia menerima itu?"
Maryani dibesarkan secara Katholik oleh orang tua angkatnya. Namun kemudian Maryani masuk Islam setelah dewasa. Maryani mengatakan bahwa ia berharap pengalamannya dalam melaksanakan umrah dapat membuka pintu bagi perempuan transgender lain yang ingin berlatih upacara. (MH)

Baca Juga:

Informasi Haji 2806619406089785278

Posting Komentar

emo-but-icon

Video Berita Haji

Populer

Terbaru

Iklan

item