Hilal tak Bisa Dilihat
Hilal atau bulan muda yang kemarin gagal dirukyat Jakarta (KW-News). Sidang Isbat yang diselenggarakan Badan Hisab dan Rukyat Kementeri...

http://www.keretawaktu.com/2013/07/hilal-tak-bisa-dilihat.html
![]() |
Hilal atau bulan muda yang kemarin gagal dirukyat |
Jakarta (KW-News). Sidang Isbat yang diselenggarakan Badan
Hisab dan Rukyat Kementerian Agama hari Senin, 8 Juli lalu berjalan
mulus. Semua peserta mendukung awal Ramadan 1434 Hijriyah jatuh hari
Rabu, 10 Juli. Pasalnya, hampir semua petugas rukyat dari Kementerian
Agama, PBNU, dan ormas lainnya gagal menyaksikan hilal Senin senja
itu dari semua titik yang ditentukan.
"Dari sejumlah petugas yang kami
sebarkan di beberapa titik semua melaporkan tak berhasil melihat
bulan," kata Dr. Muchtar Ali, Direktur Urusan Agama Islam
Kementerian Agama RI. Itulah yang membuat Menteri Agama Suryadharma
Ali begitu mudah mengetukkan palunya didampingi Wakil Menteri Agama
Nasaruddin Umar, Ketua MUI KH Ma'ruf Amin, Dirjen Bimas Islam Dr.
Abdul Jamil dan Ketua Komisi VI Ida Fauziyah.
Sejumlah ormas yang hadir mendukung
diawalinya puasa hari Rabu, karena secara hisab memang tak mungkin
hilal bisa dilihat karena posisinya yang sangat rendah. Dengan
ijtima' (konjungsi) pada pukul 14.14 WIB maka waktu ghurub itu hilal
dalan ketinggian 0,5 derajat, yang mustahil bisa disaksikan, apalagi
dengan masa bulan di atas ufuk hanya dua menit.
Dr. KH Malik Madani, MA, Katib Am
Syuriah PBNU menyebutkan bahwa rujukan awal bulan adalah rukyat.
"Rukyat adalah dasar pertimbangan awal bulan," katanya.
Tapi, bukan berarti menafikan hisab. "Hisab adalah pendukung dan
pemandu rukyat." Pendapat peserta lainnya menyatakan, jika ada
perukyat yang mengaku menyaksikan hilal, maka ia dianggap
bertentangan dengan hitungan hisab, bisa ditolak.
Muhammadiyah memang sejak jauh hari
telah mengumumkan bahwa ia akan memulai puasa sejak hari Selasa, 9
Juli dengan pertimbangan hilal sudah wujud di atas ufuk. Muhammadiyah
mempergunakan metode wujudul hilal. Ia tidak mempergunakan metode
imkanur rukyat (mengukur ketinggian hilal yang mungkin dirukyat) yang
selama ini diyakini harus memiliki ketinggian di atas 4 derajat.
Memang ada yurisprudensi terlihatnya hilal pada ketinggian dua
derajat pada tahun 1984, yang oleh kalangan ahli hisab dianggap
sesuatu yang langka secara empiris dan ilmiah.
Ternyata Arab Saudi juga memulai puasa
Ramadan pada hari Rabu, 10 Juli. Menurut harian Arab News edisi
Selasa 9 Juli, Dewan Kerajaan memutuskan bukan Syakban istikmal
menjadi 30 hari karena tak satu pun warga Arab Saudi bisa menyaksikan
hilal. Memang, secara hisab, posisi hilal lebih rendah dibanding di
Indonesia serta lama bulan di aats ufuk hanya 38 detik. Uniknya,
harian Arab News mencantumkan tanggal 9 Juli sebagai 1 Ramadan.
Namun, lebaran Idul Ftri 1434 H
kemungkinan akan sama dan serempak pada hari Kamis, 8 Agustus karena
posisi hilal pada hari Rabu senja sudah sampai 6 derajat sehingga
sangat mungkin dirukyat dari sejumlah titik. (MH)