Tausiah: Indahnya Sebuah Kejujuran

Sejak pertengahan bulan Syawal warga Mekah sudah mulai menyambut kedatangan jemaah haji dari seluruh dunia. Bahkan, ada juga sebagian jem...

Sejak pertengahan bulan Syawal warga Mekah sudah mulai menyambut kedatangan jemaah haji dari seluruh dunia. Bahkan, ada juga sebagian jemaah haji yang sudah masuk Mekah sejak sebelum Ramadhan. Mereka menghabiskan waktu Ramadhan di Mekah hingga usai musim haji. Sehingga mereka tinggal selama empat bulan di Kota Suci.

Jemaah haji berdatangan melalui darat dan laut. Dari laut sebagian ditempuh jemaah haji asal Mesir, Sudan, Etiopia dan berikutnya dari wilayah timur, antara lain India, Pakistan dan Asia Tengara. Jemaah darat dari hampir semua penjuru negara Islam di luar benerapa negara itu. Sebagian jemaah Mesir juga melalui darat sebelum terusan Suez dibangun.
Warga Mekah mulai menyambut jemaah haji sejak bulan Syawwal. Mereka menyiapkan kamar-kamar untuk disewakan kepada jemaah haji. Mereka mulai membangun dan memperbaiki tempat penampungan air. Pemerintah Mekah juga mulai melakukan persiapan yang diperlukan.
Haji memang salah satu bisnis warga Mekah yang dari sana mereka bisa memperoleh penghasilan untuk hidup mewah setahun. Jumlah jemaah haji tak pernah kurang dari 500.000 yang memanfaatkan akomodasi dari warga Mekah. Karena itu pembangun rumah di Mekah sangat subur. Para penguasa Islam membangun istana dan vila di Mekah dan Mina untuk tujuan haji. Para pengusaha membangun untuk tujuan bisnisi. Mekah menjadi daerah yang mahal.
Jemaah haji ditampung oleh penduduk Mekah dan sebagian ditampung oleh warga Mekah yang berasal dari negara yang sama. Para pemilik rumah itu disebut sebagai syaikh. Jemaah Irak sebagian akan tinggal di rumah milik Syaikh Sami Al-Iraqi. Jemaah haji asal Yaman akan tingal sbagain di rumah milik Syaikh Khalid Al-Yamani. Jemaah Mesir sebagian akan tingal selama musim haji di rumah Syaikh Hamid Al-Misri. Jemaah Suriah sebagian akan tinggal di rumah Syaikh Ali Ad-Dimisqi. Jemaah Iran sebagian akan tinggal di rumah Syaikh Bahauddin Al-Farisi.
Di antara para syaikh ini, syaikh paling banyak memiliki pondokan adalah Syaikh Sami Al-Iraqi. Pemondokannya ada di Jarwal, Qararah, Rawdlah, Hujun dan Maabdah. Ada beberapa tempat lagi di Tandabawi yang dikelola adiknya, Syaikh Said Al-Iraqi dan Syaikh Subhi Al-Iraqi.
Setiap tahun Syaikh Sami selalu menambah bangunan dari keuntungan menyewakan pemondokan itu. Jemaah setiap tahun selalu meningkat. Syaikh Sam tinggal di Sulaimaniyah, dekat pemakaman Ma’la. Rumah yang cukup luas dengan halaman yang banyak ditanami pepohonan.  Menjelang musim haji ini Syaikh Sami terlihat sangat sibuk mengontrol pemondokannya yang mampu menampung sekitar 30.000 jemaah.
Siang itu ia hampir dikejutkan dengan kehadiran Barad, karyawannya. Barad datang secara mengejutkan karena terburu-buru. Ia membawa seorang temannya yang berasal dari Yaman yang bernama Syarif.
“Maaf tuan jika mengagetkan. Saya baru pulang memeriksa rumah di Jarwal dan Qararah. Ada beberapa kerusakan dan sudah saya pebaiki. Ini kawan saya, Syarif, dia yang membantu saya tadi. Apakah Tuan Sami bersedia mengambil dia sebagai karyawan musim haji saja.”
Sami melihat selidik atas Syarif. Laki-laki yang baru bersia 24 tahun ini terkesan gesit, teliti dan pekerja keras. Kulitnya hitam menandakan ia sering berpanas-panasan.
“Dia baru menikah dua bulan yang lalu dengan wanita Suriah,” kata Barad.
“Mabruk,” kata Syaikh Sami acuh tak acuh.
“Kau bisa baca tulis?” tanyanya kepada Syarif.
“Tentu tuanku.”
“Menghitung?”
“Tentu tuanku.”
“Baiklah kau kuterima sebagai pegawai selama musim haji ini dan upahmu selama satu musim itu adalah 10 dinar. Cukup banyak belum lagi ada tambahan jika kau bekerja bagus dan jemaah yang kutampung lebih banyak.”
“Terima kasih tuanku.”
Syarif memeluk Barad yang berjasa telah menghubungkannya dengan Syaikh Sami. “Terima kaish saudaraku,” katanya.
“Mulai besok kau sudah harus masuk kerja di rumah Syaikh Sami di Sulaimaniyah,” kata Barad sambil menepuk bahu Syarif.
“Baik.”
Sore itu ia mengabarkan kepafa istrinya tentang pekerjaan yang diperolehnya. “Nanti kita tak akan kakurangan lagi dan tak akan merepotkan orangtua lagi,” kata Syarif.
Istrinya, Suada begitu berseri wajahnya. Ia menciumi suaminya, gembira. Dengan uang itu setidaknya ia bisa membiayai hidup pas-pasan selama lima bulan. Sisanya mereka akan peroleh dari kerja apa saja. Sangat mungkin Syaikh Sami akan mempekerjakannya seperti ia mempekerjakan Barad yang sudah bertahun-tahun.
Barad adalah teman main Syarif ketika masih tinggal di Rabigh. Mereka berdua mengaji pada guru yang sama di Rabigh. Ketika remaja mereka mengadu nasib di Mekah. Mujur Barad dapat pekerjaan lebih dulu, tapi, dia belum menikah. Sementara Syarif tak pernah mendapat pekerjaan layak. Ia dipercaya orang untuk mengantar barang. Sehingga dari sana ia dapat upah. Pernah ia dapat upah hingga satu dinar dari mengantar perhiasan emas milik seorang pangeran dari Mesir.

Hari Pertama
Hari pertama membahagiakan Syarif. Ia mendapat tugas mencatat dan pembukuan. Tulisan Syarf yang bagus membuat Syaikh Sami cocok. Sore harinya, Barad mengabarkan bahwa jemaah Irak sudah akan masuk Mekah.
“Syarif sambutmereka. Aku mendengar kabar mereka sudah di Dzatu Irq dua hari lalu.”
Dzatu Irq berjarak 94 kilometer dari Mkah dan menjadi miqat makani warga irak seperti ditetapkan Khalifah Umar. Jemaah yang akan datang, menurut kabar berasal dari Kufah dn Basrah. Kufah berjarak 900 mil dari Mekah dan Bashrah berharak 797 mil. Jemaah haji Irak terkenal kaya dan meminta pelayanan istimewa. Mereka tak mau tidur di atas karpet. Mereka meminta lihab, kasur tipis dan bantal. Makannya juga agak pilih-pilih dan minta dilayani khusus. Tentu, mereka bayar mahal untuk itu semua.
Syarif menyambutnya di Tan’im. Mereka memasang tenda seadanya untuk istirahat beberapa hari sebelummasuk Mekah. Air di Tan’im sangat bagus sehingga jemaah haji betah tinggal di sini. Banyak pohon korma.
Syaikh Sami ikut menyambut mereka. Syaikh membawa makanan dan dihidangkan kepada para tamu. Ada 8.204 jemaah dari Kufah dan Bashrah. Setiap jemaah menaiki seekor unta dan setiap keluaga membawa bekal dalam beberapa ekor unta. Mereka juga membawa binatang untuk dam dan kurban di Mekah.
Syaikh Sami membagi jemaah Irak ini dalam tiga tempat. Syarif mendapat tempat di Jarwal. Ia melayani pengadaan air dan makanan. Syarif mengerahkan beberapa orang Yaman untuk bekerja musiman di rumah Syaikh Sami.
Syarif juga mengantar mereka berziarah ke Gua Tsur, Gua Hira, rumah kediaman Rasulullah bersama Khadijah, tempat kelahiran Nabi yang sudah tinggal puing-puing serta peninggalan suci lainnya. Syarif mampu menjelaskan sejarah masing-masing tempoat itu dan mengajak mereka berdoa. Mereka senang pelayanan Syarif.

Sebuah Ujian
Setelah mengantar jemaah haji berziarah, Syarif beristirahat sejenak di luar Masjidil Haram. Tiba-tiba matanya menatap sebuah kantung. Ia mengambilnya dan membawanya pulang. Ia terperanjat karena di dalam kantung itu terdapat kepingan uang emas sebanyak 1.000 dinar. Ia hampir pingsan melihat sejumlah uang emas sebanyak itu.
Ketika sampai di rumah ia kabarkan temuan itu. Sang istri kaget dan tak disangkanya jika sang istri menolak menerimanya.
“Aki tidak mau uang itu dan harus engkau kembalikan kepada yang punya.”
“Aku tidak mencurinya. Aku menemukannya dan aku tahu siapa yang punya,” jawabnya.
“Bawalah kembali ke Majsidil Haram, siapa tahu ada yang mencarinya. Atau kau serahkan kepada pejabatdan pengurus masjid.”
Maka, pada malam itu juga Syarif kembali menuju Masjidil Haram. Suasana Masjidil Haram sangat ramai di musim haji dan lampu-lampu minyak menerangi mereka. Tak disangka ada kerumunan. Ia lihat jemaah haji asal Irak yang dilayaninya. Ia berpidato.
“Wahai saudara-sauaraku, kami mendapat musibah. Uang kami sebanyak 1.000 dinar hilang tertinggal di sudut masjid. Tentu ada yang menemukan. Saya berharap sekali siapa yang menemukan uang saya itu saya akan sangat berterikma masih.”
Mendengar pengumuman itu Syarif langsung angkat angan.
“Tuanku, akulah yang menemukan uang iu saat sore tadi di sudut itu,” ia menunjuk sebuah arah. “Mudah-mudahan apa yang saya temukan itu adalah yang tuan cari,” kata Syarif sambil menyerahkan.
Lakilaki itu gembira ketika melihat kantung uang itu.
“Benar itu milikku. Terima kasih banyak,” katanya sambil memeluk Syarif.
“Itu sudah kewajiban saya untuk menyelamatkan. Jika tuan tidak jumpa di sini maka akan kami bawa ke pengurus masjid agar diumumkan,” kata Sarif.
Syarif lalu digendongnya. “Selamat anak muda. Engkau akan mendapatkan tabahan 9.000 dinar lagi.”
“Ah mana mungkin, Tuan meledek saya.”
“Tidak, anak muda,” kata laki-laki itu. ”Kami dapat amanat dari warga Irak yang tak bisa berhaji tahun ini agar menyedekahkan uang 10.000 dinar dengan meletakkan uang 1.000 dinar di pinggir masjid. Jika orang itu kemudian jujur dan mengembalikan maka berikan sisanya sehingga menjadi 10.000 dinar.”
“Mengapa begitu?” tanya Syarif.
“Seorang yang jujur harus dihargai. Bersedekah kepada orang jujur pasti diterima oleh Allah.”

Dikutip dan dikembangkan dari kitab Bahjatul Wasail (bedasar kisah dalam kitab Nuzhatul Majalis) karya Syaikh Nawawi Banten, terbitan Musthafa Albabi Al-Halabi, Mesir, tahun 1349 H (1930 M) pada halaman 37. (Musthafa Helmy)

Baca Juga:

Informasi Haji 5762548288324047357

Posting Komentar

emo-but-icon

Video Berita Haji

Populer

Terbaru

Iklan

item