Apa yang Kau Cari Turki

Recep Tayyip Erdogan mendapatkan sebuah kemenangan berharga dalam referendum bersejarah yang akan merubah amandemen konstitusi Turki yang a...

Recep Tayyip Erdogan mendapatkan sebuah kemenangan berharga dalam referendum bersejarah yang akan merubah amandemen konstitusi Turki yang akan memperbesar kekuasaan presiden Erdogan berikutnya.



Presiden Turki, Reccep Tayip Erdogan tersenyum puas setelah televise memberitakan kemenangannya. Erdogan meraih kemenangan dalam sebuah referendum yang digelar pada tanggal 16 April 2017 lalu. Referendum tersebut mengatur untuk menentukan masa jabatan dan wewenang Presiden Erdogan. Referendum tersebut menyediakan pilihan “ya” dan “tidak” bagi warga Turki, dimana pilihan “Ya” berarti mendukung parlemen untuk menyetujui draft amandemen konstitusi.
Draft tersebut menyatakan bahwa pemilihan presiden dan parlemen selanjutnya akan digelar pada 3 November 2019. Presiden yang dipilih dalam pemilihan itu menjabat selama lima tahun dengan maksimal dua masa jabatan. Sehingga, presiden Erdogan yang berhasil memenangkan referendum tersebut dapat menjadi presiden dan berkuasa kembali hingga tahun 2029.
Pemilih “ya” sendiri unggul dengan 1,25 juta suara lebih banyak dari pemilih “tidak” dalam perhitungan sementara. Hal tersebut dikonfirmasi oleh kepala badan pemilu Turki (YSK), Sadi Guven. Kendati terdapat protes dari sejumlah kelompok oposisi terkait hasil referendum tersebut seperti adanya kotak suara yang tidak dihitung dan mereka mengikutsertakan sepertiga dari surat suara yang telah dihitung.
Namun, Guven berpendapat bahwa YSK telah mengumumkan bahwa kotak suara yang tidak distempel sebagai syarat valid, kendati hal tersebut berpotensi memunculkan kecurangan. Pemilih “tidak” beranggapan keputusan YSK pada menit-menit terakhir tersebut menimbulkan banyak pertanyataan terkait validitas dari pemilihan. Kendati demikian, Guven berpendapat hasil tersebut belum masuk ke dalam sistem serta semua anggota AKP dan oposisi utama hadir dalam di seluruh tempat perhitungan suara dan semuanya memberikan tanda tangan yang menjadi bukti kehadiran mereka.

Psca Referendum
Hasil kemenangan “ya” dari referendum Turki sendiri akan mengubah beberapa hal dalam sistem pemerintahan Turki. Salah satunya adalah perubahan dari sistem demokrasi parlementer menjadi republic presidensial. Hal tersebut dianggap sebagai perkembangan yang penting dalam sistem politik Turki sejak negara tersebut bangkit kembali pasca keruntuhan kesultanan Usmaniyah (Ottoman).
Selain perubahan sistem pemerintahan, juga akan terdaapt beberapa rencana perubahan lain dalam pemerintahan Turki ke depannya, yaitu :
Pertama, peran dan posisi Perdana Menteri akan dihapus, sedangkan pos wakil presiden akan bertambah dua hingga tiga posisi.

Kedua, presiden menjadi kepala eksekutif dari sebuah negara, yang juga merangkap sebagai kepala negara dan tetap terikat dengan partai politik.
Ketiga, presiden akan diberikan wewenang baru untuk menangkat menteri, menyiapkan anggaran, memilih mayoritas hakim senior dan memberlakukan undang-undang tertentu berdasarkan keputusan.
Kempat, presiden secara seorang diri akan dapat menentukan kondisi darurat dari suatu negara dan membubarkan parlemen.
Kelima, parlemen akan kehilangan haknya untuk mengawasi kinerja seorang menteri dan mengajukan hak tanya. Namun, mereka dapat memulai proses impeachment atau menyelidiki presiden dengan suara mayoritas anggota parlemen. Sementara upaya menempatkan presiden dalam proses peradilan membutuhkan 2/3 suara parlemen.
Keenam, jumlah anggota parlemen Republik Turki akan meningkat dari 550 anggota menjadi 600 anggota.
Ketujuh, pemilihan presiden dan parlemen akan diselenggarakan di hari yang sama setiap lima tahun sekali. Masa jabatan presiden akan dibatasi maksimum dua periode.
Pemerintah Turki sendiri berpendapat bahwa hasil dari referendum ini akan merampingkan proses pengambilan keputusan yang sebelumnya dianggap terlalu rumit dan menghindari koalisi parlemen yang menurut pemerintah, telah menciderai Turki di masa lalu. Presiden sendiri karena tidak lagi dipilih oleh parlemen dan dipilih langsung oleh rakyat, maka tidak perlu lagi berdiskusi dengan Perdana Menteri dalam memberlakukan suatu perundang-undangan.
Namun pihak oposisi beranggapan bahwa sistem ini hanya akan melanggengkan kediktatoran Erdogan di Turki. Menurut partai oposisi Erdogan di Turki, CHP, sistem ini akan membuat kekuasaan Erdogan semakin tidak tersentuh dan menambah catatan hitam dalam proses demokrasi di negara asal pesepakbola Arda Turan tersebut.
Saat ini, Turki sudah menjadi negara yang paling banyak memasukkan jurnalis ke dalam bui serta total sudah menangkap, memecat serta menskorsing sebanyak 140.000 orang sejak percobaan kudeta yang gagal setahun lalu.
Kendati demikian, Ahmet Kasim Han, pengamat politik dari Universitas Kadir Has, berpendapat bahwa hasil dari pemilihan tidak seburuk seperti yang digambarkan oleh oposisi dan tidak mengandung banyak kebajikan seperti yang digembar-gemborkan pemerintah. Namun, permasalahannya adalah keterburu-buruan pemerintah Turki dalam menjalankan amandemen tersebut.

Dipenjara
Menurut Kasim Han, pemerintah juga gagal dalam menjelaskan perubahan dari 2.000 Undang-undang yang dipengaruhi hasil reformasi, sehingga Han menambahkan bahwa hasil ini tidaklah secerah bayangan pemerintah apalagi dengan rekam jejak pemerintah Turki yang dikenal akrab dengan pelanggaran HAM.
Dalam proses referendum tersebut, pemerintah Turki harus mengandalkan suara parlemen dari partai MHP yang beraliran ekstrim kanan. Adapun suara dari partai kiri tengah, CHP dan partai pro Kurdi, HDP harus tergerus karena mereka dianggap sebagai pendukung terorisme dan banyak pemimpin dan anggota parlemen dari partai mereka yang saat ini sedang mendekam di penjara.
Para pemilih AKP dan MHP yang menentang voting juga mau tidak mau harus mendukung proses voting tersebut karena tekanan politik. Hal ini juga untuk menghindari mereka dari tudingan “teroris” yang menjadi senjata ampuh untuk menangkap oposisi. Situasi darurat yang diterapkan oleh pemerintah Turki pasca gagalnya kudeta akhirnya menjadi penekan ampuh bagi mereka yang menolak mendukung referendum untuk menjadi mendukung sepenuhnya. Hal ini kemudian membayangi hasil dari referendum tersebut, dimana pemilih “ya” akhirnya memenangi proses pemungutan suara.
Hasil dari referendum ini sendiri akan sangat berpengaruh terhadap masa depan Turki, terutama dalam hubungannya dengan Uni Eropa. Potensi kekuasaan Erdogan yang akan dapat berlangsung hingga tahun 2029 tentu sangat bertentangan dengan nilai-nilai demokrasi yang ditanamkan oleh Uni Eropa. Hal ini tentu akan semakin menjauhkan Turki dari keinginan sebagian masyarakatnya untuk bergabung dengan Uni Eropa.

Namun, Erdogan sendiri kelihatannya tidak terlalu peduli dengan situasi tersebut.  Dalam pidato kemenangannya, Erdogan bahkan meminta negara-negara asing untuk menghormati hasil keputusan referendum tersebut. Situasi ini tentu saja akan semakin memanaskan situasi di Eropa dan Timur Tengah, mengingat Turki sebagai negara yang menjadi penghubung dua kawasan tersebut memiliki pengaruh penting dalam kondisi sekarang ini. (Kharizma Ahmada)

Baca Juga:

Internasional 1036309358093694115

Posting Komentar

emo-but-icon

Video Berita Haji

Populer

Terbaru

Iklan

item