Ziarah:Mengenang Ahli Hadis Indonesia
Habib Abdul Qadir Bilfaqih (tengah) Haul akbar pesantren Darul Hadist Al-Faqihiyyah berlangsung Ahad, 26 Maret 2017 lalu. Haul yang dis...

http://www.keretawaktu.com/2017/04/ziarahmengenang-ahli-hadis-indonesia.html
![]() |
Habib Abdul Qadir Bilfaqih (tengah) |
Haul akbar
pesantren Darul Hadist Al-Faqihiyyah berlangsung Ahad, 26 Maret 2017 lalu. Haul
yang diselenggarakan di Pondok Pesantren Darul Hadist yang terletak di jalan
Aris Munandar ini mmebkudak hingga ke alun-alon dan masjid Agung kota Malang.
Pemkot
Malang pun mengerahkan personel untuk mengupayakan rekayasa lalu lintas demi
menanggulangi kemacetan. Area di sekitar pesanten Darul Hadist sudah
disterilkan. Tenda-tenda terpasang dari pertigaan Ollino Garden Hotel sampai
Jalan MGR Sugiyopranoto atau Jalan Gereja. Area steril ini, membuat kendaraan
dari Jalan Merdeka Utara tidak bisa berbelok ke arah Jalan Gereja dan Aris
Munandar. Seluruh kendaraan di Jalan Merdeka Utara, langsung berbelok ke arah
Jalan Merdeka Timur. Keberadaan PKL dadakan di sekitar Jalan Merdeka Utara dan
Merdeka Timur menambah kemacetan di jantung Kota Malang.
Selain
kemacetan di area Alun-Alun, laju kendaraan terhambat di beberapa titik jalan.
Yakni, Jalan Agus Salim depan Mitra Satu-Malang Plasa. Perempatan Jalan Agus
Salim-Zainal Arifin dan Jalan KH Ahmad Dahlan juga menjadi tempat kemacetan
hebat. Kemacetah akhirnya menyebar ke seluruh kota Malang. Jemaah berbusana
serba putih menyemut menghiasi kota ninmir dua di Jawa Timur ini.
Sementara
itu, Ketua Panitia Haul Akbar, Ustadz Habib Muhammad Bilfaqih mengumumkan bahwa
pelaksanaan acara adalah untuk haul akbar Habib Abdul Qadir bin Ahmad Bilfaqih
Al-Alawy ke-55 dan Habib Abdullah bin Abdul Qadir Bilfaqih Al-Alawy ke-26. Sebelumnya,
diselenggarakan ziarah makam di TPU Kasin, pukul 17.30 WIB.
Acara ziarah,
disambung dengan pembacaan ayat suci Al-Quran di pesantren Darul Hadist. Haul
akbar sendiri dimulai sejak Ahad subuh dengan membaca maulid Simtut Durar yang
dilanjutkan haul. Hadir sejumlah ulama dan habaib antara lain Rais Syuriah PWNU
Jawa Timur KH Marzuki Mustamar.
Ahli Hadits
Haul dua ulama
pendiri Pondok Pesantren Darul Hadits itu Al-Imam Al-Habr Al-Quthub Al-Habib
Abdul Qodir Bilfaqih ke 56 dan Al-Imam
Al-Hafidz Al-Musnid Al-Quthub Prof. DR. Habib Abdullah bin Abdul Qodir Bilfaqih ke 26 disertai ukang tahun Lembaga
Pondok Pesantren Darul Hadist Alfaqihiyah Li Ahlissunnah wal Jamaah ke 72. Pondok
pesantren yang pernah menjadi tempat belajar sejumlah ulama dan habaib itu, antara
lain mantan Menteri Agama Prof. Dr. Quraish Shihab itu kini diasuh
Habib Abdul
Qadir bin Ahmad Bilfaqih Al-Alawy adalah seorang ulama ahli hadits yang dilahirkan
di kota Tarim, Hadramaut, Yaman Selatan, pada hari Selasa 15 Safar tahun 1316 H/1896 M. Saat bersamaan
menjelang kelahirannya, salah seorang ulama besar, Habib Syaikhan bin Hasyim Assegaf bermimpi bertemu
Sulthanul Auliya’ Syekh Abdul Qadir Jailani.
Dalam
mimpi itu Syekh Abdul Qadir Jailani
menitipkan kitab suci Al-Quranul Karim kepada Habib Syaikhan bin Hasyim Assegaf agar diberikan kepada Habib Ahmad bin
Muhammad Bilfagih, ayah bayi Abdul Qadir.
Pagi harinya
Habib Syaikhan menceritakan mimpinya kepada Habib Ahmad. Habib Ahmad
mendengarkan cerita dari Habib Syaikhan,
kemudian berkata, ”Alhamdulillah, tadi malam aku dianugerahi Allah SWT seorang putra. Dan itulah isyarat takwil
mimpimu bertemu Syekh Abdul Qadir Jailani yang menitipkan Al- Quranul Karim
agar disampaikan kepadaku. Oleh karena itu, putraku ini kuberi nama Abdul
Qadir, dengan harapan, Allah SWT
memberikan nama maqam dan kewalian-Nya sebagaimana Syekh Abdul Qadir Jailani.”
Demikianlah,
kemudian Habib Ahmad memberi nama Abdul Qadir karena mengharap berkah (tafa’ul)
agar ilmu dan maqam bayi Abdul Qadir
bisa mencapai maqam Al-Qutburrabbani Syaikh Abdul Qadir Al-Jaelani.
Sejak kecil,
ia sangat rajin dan tekun dalam mencari ilmu. Sebagai murid, ia dikenal sangat
cerdas dan tangkas dalam menerima
pelajaran. Pada masa mudanya, ia dikenal sebagai orang yang mempunyai perhatian besar terhadap ilmu dan menaruh
penghormatan yang tinggi kepada guru-gurunya. Tidaklah dinamakan mengagungkan ilmu bila tidak
memuliakan ahli ilmu, demikian filosofi yang terpatri dalam kalbu Habib Abdul Qadir.
Pernah suatu
ketika di saat menuntut ilmu pada seorang mahaguru, ia ditegur dan
diperingatkan, padahal Habib Abdul Qadir
waktu itu pada pihak yang benar. Setelah memahami dan mengerti bahwa sang murid berada di pihak yang benar, sang guru minta
maaf. Namun, Habib Abdul Qadir berkata, ”Meskipun saya benar, andaikan Paduka memukul muka hamba
dengan tangan Paduka, tak ada rasa tidak menerima sedikit pun dalam diri hamba ini.” Itulah salah satu
contoh keteladanan yang tinggi bagaimana seorang murid harus bersopan-santun pada gurunya. Demikian
seperti dituturkan Habib Soleh
bin Ahmad Alaydrus, guru Ponpes Darul
Hadits Malang yhang juga pengajar di Masjid Jami’ kota Malang.
Guru-guru
Habib Abdul Qadir, antara lain Habib Abdullah bin Umar Asy-Syatiry, Habib Alwy
bin Abdurrahman Al-Masyhur, Habib
Abubakar bin Muhammad Assegaf, Habib Muhammad bin Ahmad Al- Muhdor, Syekh Segaf
bin Hasan Alaydrus, Syekh Imam Muhammad bin Abdul Qadir Al-Kattany, Syekh
Umar bin Harridan Al-Magroby, Habib Ali
bin Zain Al-Hadi, Habib Ahmad bin Hasan Alatas, Habib Ali bin Muhammad Al-Habsy, Syekh Abubakar bin Ahmad
Al-Khatib, Syekh Abdurrahman Bahurmuz.
Dalam usia
yang masih anak-anak, ia telah hafal Al-Quran. Tahun 1331 H/1912 M, ia telah
mendapat ijazah dan berhak memberikan
fatwa agama, antara lain di bidang hukum, dakwah, pendidikan, dan sosial. Ini merupakan anugerah Allah SWT yang telah
diberikan kepada hamba pilihan-Nya.
Maka tidak
berlebihan bila salah seorang gurunya, Habib Alwi bin Abdullah bin Syihab,
menyatakan, ”Ilmu fiqih Marga Bilfagih
setara dengan ilmu fiqih Imam Adzra’iy, sedangkan dalam bidang tasawuf
serta kesusastraan bagai lautan tak
bertepi.”
Menuju
Indonesia
Sebelum
meninggalkan kota Tarim untuk berdakwah, di tanah kelahirannya ia sempat
mendirikan organisasi pendidikan sosial
Jami’yyatul Ukhuwwah wal Mu’awanah dan Jami’yyah An-Nasr Wal Fudha’il tahun
1919 M.
Sebelum
berhijrah ke Indonesia, Habib Abdul Qadir menyempatkan diri beribadah haji dan
berziarah ke makam buyutnya Nabi
Muhammad SAW. Setelah itu, ia melanjutkan perjalanan dan singgah di beberapa
kota dan negara, seperti Aden, Pakistan,
India, Malaysia, dan Singapura. Di setiap kota yang disinggahi, ia selalu membina umat, baik secara umum maupun khusus,
dalam lembaga pendidikan dan majelis taklim.
Tiba di
Indonesia tepatnya di kota Surabaya tahun 1919 M/1338 H dan langsung diangkat
sebagai direktur Madrasah Al-Khairiyah
yang kemjudian banyak berinteraksi dengan ulama-ulama Surabaya. Selanjutnya, ia
mendirikan Lembaga Pendidikan Madrasah Ar-Rabithah di kota Solo tahun 1351 H/1931 M.
Selepas
bermukim dan menunaikan ibadah haji di Makkah, sekembalinya ke Indonesia
tanggal 12 Februari 1945 ia mendirikan
Pondok Pesantren Darul Hadits Al-Faqihiyyah dan Perguruan Islam Tinggi di kota
Malang. Ia pernah diangkat sebagai dosen
mata kuliah tafsir pada IAIN Malang pada 1330 H atau sekitar tahun 1960 M.
Dijemput
Rasulullah
Keistimewaan
Habib Abdul Qadir adalah, ia ahli ilmu alat nahwu, sharaf, manthiq, ilmu kalam,
serta ma’any, bayan, dan badi’ (tiga
yang terakhir merupakan bagian ilmu balaghah atau sastra). Dalam bidang hadits,
penguasaannya adalah bidang riwayat
maupun dirayah, dan hafal ribuan hadits. Di samping itu, ia banyak mendapat
hadits Al-Musalsal, yakni riwayat hadits
yang tersambung langsung kepada Rasulullah SAW. Ini diperolehnya melalui saling tukar isnad (saling menukar
periwayatan hadits) dengan Sayid Alwy bin Abas Al-Maliky tokoh ulama Ahussunnah
wal Jamaah di Mekah saat berkunjung ke kota
suci itu.
Sebagai
seorang ulama yang menaruh perhatian besar dalam dunia pendidikan, ia juga giat
mendirikan taklim di beberapa daerah,
seperti Lembaga Pendidikan Guru Agama di Sawangan, Bogor, dan Madrasah Darussalam Tegal, Jawa Tengah.
Banyak
santrinya yang di kemudian hari juga meneruskan jejaknya sebagai muballigh dan
ulama, seperti Habib Ahmad Al-Habsy
(Ponpes Ar-Riyadh Palembang), Habib Muhammad Ba’abud (Ponpes Darul
Nasyi’in Malang), Habib Syekh bin Ali Al
Jufri (Ponpes Al-Khairat Jakarta Timur), K.H. Alawy Muhammad (Ponpes At- Taroqy
Sampang, Madura). Perlu disebutkan, Prof. Dr. Quraisy Shihab dan Prof. Dr. Alwi
Shihab juga tercatat sebagai alumnus
pesantren ini.
Habib Abdul
Qadir wafat pada 21 Jumadil Akhir 1382 H atau 19 November 1962 dalam usia 62
tahun. Kala saat- saat terakhirnya, ia berkata kepada putra tunggalnya, Habib
Abdullah, ”… Lihatlah, wahai anakku. Ini
kakekmu, Muhammad SAW, datang. Dan ini ibumu, Sayyidatuna Fatimah juga
ikut datang….” Ribuan umat berdatangan
untuk meyampaikan penghormatan terakhir kepada sang permata ilmu yang mumpuni
itu. Setelah disemayamkan di Masjid
Jami’ Malang, ia dimakamkan di kompleks makam Kasin, Malang, Jawa Timur.
Bnayak karya
tukisnya dalam bahasa Arab, antara lain risalah Irghamul Balid fi Ahkamit Taqlid.
Makamnya juga banyak diziarahi.
Penggantinya
adalah seorang ulama besar juga, Prof. Dr. Abdullah bin Abdul Qadir Bilfaqih
yang juga dikenal memiliki penguasaan ilmu hadits yang sangat kuat. Berbeda
dengan sang ayah almarhum, Habib Abdullah termasuk tokoh yang sangat aktif berdakwah
di luar. Bahkan setiap malam awal Ramadhan Habib Abdullah selalu menyampaikan pesan
Ramadhan selama satu jam melalui RRI Surabaya dan menjadi siaran favorit umat Islam
Jawa Timur.
Habib Abdullah
juga meninggalkan beberapa karya baik dalama bahasa Arab dan bahasa Indonesia. (MH)