Dunia Kamus Arab Nusantara Hingga Kini
Para santri atau mahasiswa yang menekuni bahasa Arab sekarang mungkin sudah jarang atau bahkan tak kenal lagi Kamus Al-Marbawi. Santri a...

http://www.keretawaktu.com/2013/07/dunia-kamus-arab-nusantara-hingga-kini.html

Para
santri atau mahasiswa yang menekuni bahasa Arab sekarang mungkin
sudah jarang atau bahkan tak kenal lagi Kamus Al-Marbawi. Santri atau
mahasiswa sekarang sudah mulai akrab dengan Kamus Al-Munawwir (KH
Warson Munawir) atau Kamus Al-Ashri (KH Atabik Ali) yang dianggap
lebih lengkap dan lebih mudah dipakai karena ditulis dalam aksara
latin.
Padahal
sebelum tahun 1970-an, kamus yang bisa dipergunakan santri adalah
hanya Kamus Al-Marbawi. Sementara mahasiswa kita mempergunakan kamus
bahasa Arab-Indonesia karya Mahmud Yunus atau kamus karya Abdullah
bin Nuh dan Omar Bakri. Dua kamus terakhir ini diterbitkan pertama
kali tahun 1960an akhir.
Kamus
Al-Marbawi yang dicetak dalam dua jilid ini sangat membantu santri
ketika mencari kata-kata Arab. Kamus ini ditulis dalam bahasa dan
aksara Arab-Melayu atau Arab Pego. Kamus A-Marbawi adalah kamus
standar dengan rujukan sejumlah kamus besar. Ia bestandar atas
Mukhtar Ash-Shihhah karya Imam Zainuddin bin Muhammad bin Abu Bakar
Arrazi yang wafat tahun 666 Hijri, atau sekitar abasd 13 Mase,/m.hi,
dan Misbahul Munir karya Syaikh Ahmad bin Muhammad Al-Muqri Al-Fayumi
yang wafat tahun 770 H.
Tak
hanya itu, ia juga merujuk Asasul Balaghah karya Imam Azzamakhsyari,
Al-Bujairimi syarah Fathul Wahhab, Tajul 'Arus, Al-Munjid, Hayatul
Hayawan, Dairatul Ma'arif lil Qarnil 'Ishrin karya Syaikh Farid
Wajdi, Qamus Al-'Ashri (E. Eliyas), Qamus Al-Mukhit, Minhajut
Thullab, dan lain sebagainya.
Berbeda
dengan karya Arrazi dan Al-Fayumi, Al-Marbawi sudah menyusun kamus
secara moderen, yang sangat mungkin atas usulan penerbitnya, Musthafa
Al-Babi Al-Halabi wa Awladihi di Kairo, Mesir. Sehingga dalam kamus
ini ada gambar, sekitar 700 gambar (Al-Marbawi menyebut 1.200 gambar)
binatang dan tumbuhan mengiringi pengertian bahasa bersama
dengan18.000 entri lainnya.
Karena
menyertakan gambar, karena itu Al-Marbawi memulai kamusnya dengan bab
al-hukmisy
syar'i fit tashwirir raqmi (hukum
lukisan). “Dengan sebab kedua juz Kamus Idris Al-Marbawi mempunyai
lebih 1.200 kalimat diterangkan dengan gambar, pada halnya membuat
gambar itu haram, maka munasabahlah kami dahulukan membuat hukumnya
di bawah ini,” tulis Al-Marbawi.
Ia
mengutip hadis dari Ibnu Abbas yang menyatakan bahwa Rasulullah
bersabda: “Barangsiapa menggambar di dunia maka kelak di akhirat ia
disuruh menghidupkan gambarnya itu, dan dia tidak mampu.” Dalam
hadis lain disebutkan: “Sesungguhnya orang yang paling pedih
siksaannya pada hari kiamat atau penggambar.”
Dalam
analisa Al-Marbawi, larangan itu hanya untuk patung, sementara
lukisan tak masalah. Ia mengutip pendapat Al-Khithabi: “Sesungguhnya
penggambar yang menggambar binatang, aku berharap tidak masuk dalam
ancaman ini, karena hal itu hanya goresan tangan (raqm).
Al-Marbawi
kemudikan mencantumkan binatang-binatang yang halal, termasuk tupai
(sinjab)
dan kuda nil (farasul
bahr).
Kemudian binatang-binatang yang haram termasuk antara lain beberapa
binatang melata, burung merak (thawus),
hudhud, dan sriti (khithaf).
Terakhir binatang yang belum diketahui halal dan haramnya, misalnya
burung bangau, kanguru dan jerapah.
Al-Marbawi
tak hanya memasukkan bahasa saja, bahkan ia juga menyelipkan
nama-nama tokoh penting dalam kamusnya sehingga menyerupai mini
ensklopedia. Misalnya dalam entri Ibnu Majah (bab mim) ia menulis:
“Ialah Abdullah bin Muhammad bin Yazid ibni Majah Ar-Rai'i, yang
masyhur hafal beberapa ribu hadis. Dan ialah pengarang kitab sunan
pada bicara hadis.”
Syeikh
Mohd Idris bin Abdul Rauf Al-Marbawi lahir pada tanggal 10 Mei 1893
atau 28 Zulkaedah
1313
Hijrah di Misfallah di Makkah, Arab Saudi. Kedua orangtuanya berasal
dari Kampung Lubok Merbau, Kuala Kangsar, Perak Darul Ridzuan,
Malaysia. Ketika
berusia 10 tahun, ia sudah mampu hafal 16 juz Al-Quran . Pada tahun
1323 H, saat ia masih berusia 10 tahun, keluarganya pulang ke
Malaysia. Sekembalinya ke Malaysia, ia meneruskan pengajiannya di
Sekolah Melayu Lubok Merbau (kini dikenal dengan Sekolah Kebangsaan
Syeikh Mohd Idris Al-Marbawi. Ia kemudian melanjutkan pendidikan di
beberapa pondok pesantren, antara lain Pondok Wan Mohammad, Bukit
Chandan, Kuala Kangsar (kini dikenal sebagai Madrasah Idrisiah),
Pondok Tuan Hussien Al-Masudi (Kedah), Pondok Syeikh Ahmad al-Fatani
(Bukit Mertajam) dan Pondok Tok Kenali (Kelantan). Setelah lulus ia
kemudian diangkat sebagai guru agama di Perak.
Pada
tahun 1924 ia terpilih untuk mendapatkan bea siswa di Universitas
Al-Azhar, Mesir. Sebagai angkatan
pertama yang baru mengenal Mesir, Idris mendapat masalah komunikasi
dengan bahasa Arab.
Dari sinilah kemudian timbul keinginan menyusun sebuah kamus
Arab-Melayu. Usaha ini kemudian
didukung lima orang rekannya, antara lain Syeikh Juned Tola, dan
Syeikh Tahir Jalaluddin. Tetapi usaha ini akhirnya ia jalani sendiri
karena yang lain pulang ke Malaysia. Justru dengan bekerja sendiri,
Idris berhasil berhasil menyelesaikan kamusnya selama tiga tahun.
Dalam
pengantarnya ia menulis: “Kemudian dari pada itu, maka sebelum
masuk mengarang kamus ini, lebih dahulu menerangkan maksudku
mengadakannya, ialah memajukan bangsaku Melayu.” Kamus itu kemudian
ia tawarkan kepada penerbit terbesar di Mesir Syirkah Musthafa
Al-Babi Al-Halabi
dan langsung diterima. Pada tahun itu pula kamus ini menenggak sukses
yang tak hanya di Mesir
bagi mahasiswa Nusantara, tapi juga di Timur Tengah yang menjadi
pusara belajar agama warga
Asia Tenggara. Di Indonesia sendiri kamus ini menjadi bahan penting
dalam pembelajaran bahasa
Arab, terutama di pesantren. Kamus ini kemudian berhasil dicetak
berulang kali, bahkan ratusan kali. Hingga tahun 1937 –setelah 10
tahun terbit-- kamus ini sudah dicetak 24 kali.
Penerbit
Al-Babi Al-Halabi kemudian juga tertarik menerbitkan karya Idris
selanjutnya. Tercatat sekitar 20 buah karya Idris yang diterbitkan
penerbit Al-Babi Al-Halabi dengan peredaran di Mesir, Mekah, Madinah,
dan Asia Tenggara. Bahasa Melayu adalah bahasa yang juga dipergunakan
oleh masyarakat Pathani, Thailand Selatan dan Moro, Filipina. Semua
karya Idris ditulis dalam aksara Arab yang kemudian dikenal dengan
nama Arab-Jawi (Malaysia) atau Arab-Pego (Jawa) dan Arab-Melayu
(Sumatera). Hingga kini karya Al-Marbawi tetap dicetak baik di
Malaysia atau Indonesia. Kamus Al-Marbawi yang beredar di Indonesia
sekarang ini antara lain dicetak dan diterbitkan oleh Penerbit
Al-Hidayah, Surabaya, Jawa Timur.
Selain
kamus Arab-Melayu, Al-Marbawi juga telah menghasilkan karya yang
penting dalam bidang
hadis.
Bahr al-Madzi merupakan ringkasan dan ulasan atas kumpulan hadis
Sunan At-Tirmizi yang dibuat dalam lima jilid. Dalam iklan Al-Babi
Al-Halabi, buku ini dijual dengan harga 150 Mulim (sen). Idris
Al-Marbawi juga menterjemahkan kitab Bulughul Maram karya hadis fikih
yang disusun tokoh hadith tersohor Ibnu Hajar Al-Asqalany. Kamus
Al-Marbawi sendiri yang terdiri dari dua jilid dengan sekitar 816
halaman dijual 50 Mulim.
Dalam
bidang tafsir, Al-Marbawi menulis Tafsir Surah Yasin yang diiklankan
dengan harga 40 Mulim. Ia juga menulis Tafsir al-Quran Nurul Yakin,
terjemah Tafsir Fath al-Qadir, Tafsir Juz Amma, Tafsir Al-Fatihah,
dan ilmu Al-Quran dengan judul Al-Quran Bergantung Makna. Atas
sumbangan dan jasanya yang besar dalam bidang keagamaan dan
persuratan, maka pada tanggal
5 Juli 1980, atas usaha Prof. Dato' Dr Haron Din, muridnya, Idris
Al-Marbawi mendapat gelar doktor kehormatan dari Universitas
Kebangsaan Malaysia (UKM). Pada 1 Muharram 1408H atau 28 Agustus 1987
ia dinobatkan sebagai tokoh Ma'al Hijrah Malaysia yang pertama.
Dunia
Islam kemudian bersedih, karena pada tanggal 13 Oktober 1989
bersamaan 13 Rabiul Awal 1409 Hijrah, Syaikh Muhammad Idris bin Abdur
Rauf Al-Marbawi berpulang ke Rahmatullah dalam usia 96 tahun. Ia
wafat di RS Pusat Ipoh dan dimakamkan di Kampung Lubuk Merbau, Perak,
Malaysia, bersebelahan dengan pusara isterinya, Khadijah binti
Mohamad Idham yang wafat 14 bulan sebelumnya. Ia juga masih
meninggalkan seorang istri yang tetap tinggal di Mesir, Hajjah Munirah
binti Abdul Wahab.
Untuk
mengenangnya, nama Al-Marbawi diabadikan untuk lembaga pendidikan
Kolej Idris Al-Marbawi dan Sekolah Kebangsaan Syeikh Mohammad Idris
Al-Marbawi.
Arab Jawa
Semangat
Al-Marbawi menuliskan karya kamusnya dalam aksara Arab-Jawi itu
kemudian diikuti oleh KH Mustamir Al-Hajawi yang wafat tahun 1961.
Namun kamus ini baru diterbitkan tahun 1966 oleh Penerbit Menara
Kudus dengan pengantar KH Bisri Mustofa ayah Gus Mus (KH Mustofa
Bisri). Karya Arab Melayu masih diterbitkan dalam bahasa Jawa dan
Madura. Namun, tak ada lagi karya dalam bahasa Indonesia. Sementara
di Malaysia karya Arab-Melayu tetap berkembang dan menjadi kebanggaan
tersendiri. (Musthafa Helmy)